BAB 2 : ORANG GILA DI BAGIAN SPESIALIS KANDUNGAN
Kemarahan yang
memuncak terkadang membawa keajaiban – Stanislaw
Jercy Lec
***
BRUK!
Mendengar
suara tumpukan dokumen yang dibanting oleh direktur bagian presenter ke atas
meja, Ify diam tertegun. Ia menunduk menyembunyikan wajahnya di antara kedua
bahunya.
“Kau
belum menghapusnya? Kau pikir kolom di situs jejaring kantor adalah buku
harianm, atau buku coret-coretanmu?”
Dari
hidung direkturnya itu sepertinya keluar asap panas karena emosi. Berbagai
alasan mulus yang sudah ia siapkan sepertinya menghilang begitu saja dari
kepalanya, sehingga Ify tidak bisa berkata apa-apa. Dalam hati, ia merasa
hampir gila dan ingin berteriak ‘Ini semua gara-gara komputer tua itu. Saya
hanya menulis asal-asalan saja. Tolong hancurkan komputer yang pura-pura eror
lalu membuat pemiliknya dimaki-maki seperti ini’. Namun setelah dipikir-pikir,
itulah awal mula dari kesalahan yang ia perbuat kali ini. Sepertinya, sebelum
komputernya itu dibersihkaan, jari-jari tangannya yang mengetik tulisan itulah
yang harus dipotong terlebih dahulu.
“Memangnya
kau pikir kolom itu seperti tembok kamar mandi SD! Kau sadar tidak kalau
membeberkan masalah percintaan sepele seperti ini bisa menjatuhkan citra kantor
ini? kau ingin berbuat seperti itu? Cepat hapus tulisan itu! Mengerti?”
Ify tidak
bertanya siapa yang menegur atasannya itu sampai ia marah dan berteriak sekuat
tenaga seperti itu. Apakah CEO perusahaan ini juga ikut membuka-buka situs
jejaring perusahaan? Sepertinya ia terlalu sibuk untuk melakukan hal itu. Pikir
Ify.
“Baiklah,
saya minta maaf,” Ify menyahut dengan suara pelan.
“Dan cepat
tulis surat permohonan maaf!”
Direkturnya
yang tadi berteriak-teriak kini duduk di kursi putarnya dan membelakanginya.
Ify membungkukkan badannya menghadap ke punggung kursi itu, memberi salam lalu
keluar dari ruangan itu. Orang-orang yang lewat di depan ruangan itu terdiam
ketika melihat Ify keluar dari ruangan direktur. Semua dengan ekspresi wajah
yang sama—‘ternyata kau yang membuat ulah’.
Ify
mengepalkan tangannya dan menggertakkan gigi. Toh masalah ini sudah tersebar di
seluruh kantor. Sesuai dengan peraturan moral perusahaan, bukankah Cakka juga
seharusnya menulis surah permohonan maaf? Batinnya kesal.
Ify
kembali ke tempatnya dan menatap komputer yang bermasalah itu. fiuuh... ini
memang bukan salahmu. Tentu saja sepenuhnya salah orang yang mengetik tulisan
itu. Ify menyalakan komputernya dengan lemas sambil menghela napas. Kemudian
menghela napas lagi ketika melihat tulisannya sendiri terpampang di situs
jejaring perusahaan itu. Kini, semua orang tahu apa yang ia lakukan dengan
komputer itu. apalagi prestasi kerjanya pun selama ini dianggap tidak
memuaskan. Komputer yang telah membuatnya berada dalam masalah kini beroperasi
dengan lancar, mungkin kini ia puas telah memberi pelajaran pada pemiliknya.
Hah!
Ternyata tulisannya masuk di kolom itu lebih dari sepuluh kali. Kenapa komputer
ini tidak merespons tombol lain dan hanya merespons tombol ‘unggah’ sih? Atau,
jangan-jangan ini sudah termasuk dengan tombol ‘hapus’ yang beberapa kali ia
tekan? Tanpa sadar ia mengagumi kemampuan aneh mouse komputernya. Namun, disaat
yang sama, ia merasa dirinya terlihat sangat menyedihkan. Setelah tidak
mendapat program apa pun, ia malah menulis hal-hal seperti ini di komputernya.
Ify menghela napas panjang dan mulai mengklik tulisan makiannya satu per satu.
Setiap menghapus satu tulisannya, Ify mengerucutkan bibirnya dengan sebal.
Setelah
menghapus tulisan terakhirnya di kolom itu, Ify menyandarkan dirinya di kursi.
Kalau dipikir-pikir, bisa saja komputernya membalaskan dendamnya pada Cakka.
Demi pemiliknya yang pengecut, komputernya itu berpura-pura eror dan siap-siap
dibuang oleh pemiliknya...
Kurang
ajar! Siapa yang berbuat salah, siapa yang menerima akibatnya. Ify mengepalkan
tangannya dengan geram menahan amarah. Kemudian, tiba-tiba seseorang memegang
tangannya yang mengepal it. Ia mendongak karena terkejut dan ternyata orang itu
adalah Cakka. Cakka menatap Ify dengan sangat marah dan penuh dendam seolah ia
akan mengunyah Ify sampai habis.
“Jangan
banyak tanya, cepat ikuti aku.”
***
Brak!
Suara
pintu besi yang tertutup di tangga darurat membuat telinganya sangat tidak
nyaman. Ify pasrah ketika Cakka mendorongnya sampai menempel di tembok.
“Ah!
Apa-apaan kau ini?”
Ify
menatap Cakka dengan kesal. Cakka yang sehari sebelumnya memohon-mohon padanya
untuk menghapus tulisan itu kini berdiri di hadapannya dengan wajah dingin. Ify
ikut mengangkat kepalanya membalas tatapan Cakka.
“Siapa
yang kau maksud dengan tukang selingkuh?”
Cakka
membelalakkan matanya. Kelihatannya ia benar-benar marah. Yah, kalau posisinya
dibalik, tentu saja ia marah besar. Tetapi aku tidak peduli dengan hal itu.
batin Ify.
“Kau
tidak sadar?”
Tiba-tiba,
Cakka memukulkan tangannya ke tembok di sebelah wajah Ify. Ify terkejut dan
diam. Namun, ia tetap membelalakkan matanya dan mengatur napasnya, seolah tidak
terjadi apa-apa.
“Singkirkan
lenganmu,” Ify memperingatkannya dengan tajam. Cakka semakin meluapkan
amarahnya.
“Sudah
kubilang kalau itu bukan apa-apa?”
“Jadi,
setelah senior wanita itu memutuskanmu, kau bilang tidak ada apa-apa? Aku ini
memang bodoh, tapi, sebagai laki-laki, kau tidak mau melepaskanku dan pergi
begitu saja? Mungkin dengan begitu aku bisa sedikit merasa bersalah padamu,”
Ify menyahut dengan nada sarkas sambil memiringkan kepalanya. Ia tidak ingin
menjelaskan kejadian sebenarnya kepada laki-laki ini. toh pada akhirnya ia
tetap menulis surat permohonan maaf. Sekalian saja ia bersikap seolah ia
sengaja membuat tulisan itu.
Ketika
Ify menatap dengan pandangan penuh dendam, Cakka menundukkan kepalanya sejenak
lalu mengangkatnya kembali dengan tatapan dingin dan tidak sabar.
“Bukan
senior itu yang menyelesaikan semua ini. aku! Aku yang memutuskannya!”
Cakka
memukul-mukul dadanya sendiri dengan kesal.
“Lalu,
itu bukan selingkuh namanya? Keterlaluan!”
Ify
tiba-tiba mengangkat sebelah tangannya. Cakka tersentak. Ify dalam hati tertawa
konyol melihat respons Cakka. Ia kemudian memukul lengan Cakka yang bersandar
pada tembok sehingga laki-laki itu kehilangan keseimbangan dan terhuyung
mundur. Ify mendorongnya menyingkir dari hadapannya.
“Kenapa
kau berpisah dengannya? Kenapa kau tidak terus berkencan dengannya dan
mengabaikan perempuan sepertiku yang tidak membiarkan orang lain menyentuh
dirinya, yang menutup dirinya rapat-rapat seperti gembok?”
“Fiuh...
seharusnya aku menahan diri saat itu. Sekarang aku mengerti mengapa lelaki bisa
kehilangan wanita dan dipermalukan karena alkohol.” Cakka menghela napas dengan
wajah menyesal.
Benar.
Kau memang sudah cukup bersabar. Aku mengakuinya. Namun, aku tetap tidak
berniat membiarkan kau menyentuhku meskipun kau berkata seperti itu. Sama
sekali. Lagi pula, aku tidak bisa memaafkannya karena telah berselingkuh dengan
rekan kerjanya sendiri, orang yang nantinya pun masih akan tetap berhubungan
dengannya. Ify menyahut dalam diam.
“Kau tahu
tidak, aku pikir kau sengaja menghukumku dengan tulisan itu lalu memaafkanku,”
Cakka yang tadi terhuyung kemudian mengutarakan kekesalannya dengan gontai.
“Aku
melakukan hal itu untuk menunjukkan bahwa hubungan kita benar-benar sudah
berakhir. Awas saja kalau kau berani mengganggu hidupku lagi! Tahu rasa kau!”
Ify berkata galak sambil menunjukkan kepalan tangannya.
“Sekali
ini saja! Maafkan aku sekali ini saja!”
Cakka
menggoyangkan badannya dan memohon pada Ify. Sesaat, laki-laki itu terlihat
remeh dan kecil dimata Ify. Sudah tahu seperti ini kenapa masih berani
selingkuh juga? Dasar laki-laki. Tiba-tiba Ify merasa dirinya sendiri yang
tanpa sengaja menulis makian-makian di internet dan laki-laki yang terseret
nafsunya sendiri sampai kehilangan kekasihnya itu sama-sama menyedihkan.
“Kalau
kau ingin mengejar wanita yang telah meninggalkanmu, jangan berbuat seperti itu
di hadapanku. Pergilah kepada senior wanitamu itu. Aku sekarang sudah tidah
tahan melihat dirimu lagi.”
Ify yang
tetap menatap Cakka dengan penuh emosi membuka pintu tangga darurat dan
memasuki koridor kantor. Ia dapat mendengar suara pintu besi itu berdebam keras
di belakangnya. Bersamaan dengan suara itu, hati Ify terasa lebih ringan.
Menyenangkan juga rasanya mencampakkan laki-laki. Batinnya. Ify menepuk-nepuk
kedua tangannya seolah ia usai membereskan sampah-sampah yang menumpuk dan
berjalan menuju ruangan announcer. Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara
seseorang yang memanggilnya.
“Ify
Chae-ssi! Kau kemana saja? Aku mencarimu dari tadi.”
Ketika ia
menoleh, ternyata PD Choi sudah berdiri di hadapannya sambil menggerakkan
tangan menyuruhnya datang mendekat. Ia adalah PD untuk bagian ‘aneka rasa’ di
acara “Berburu Informasi, LIVE”. Pasti ada kesempatan untuk menjadi reporter
bagi dirinya.
Yesss!
Meskipun ia harus menulis surat permohonan maaf, tetapi sepertinya
keberuntungan mulai menghampirinya setelah ia menyingkirkan Cakka.
***
Melihat
ekspresi seorang ibu yang sedang berjuang sekuat tenaga dalam persalinan, Rio
terlihat serius dan ikut memberikan semangat.
“Terus! Terus!
Terus! Terus!”
Rio
khawatir ibu itu akan kehilangan kesadarannya sehingga ia terus berteriak
sekuat tenaga padanya. Si ibu yang sudah berlumuran keringat memegang erat
tangan suaminya dan mengerutkan wajahnya untuk mengumpulkan sisa-sisa
tenaganya. Si suami yang menatap istrinya dengan rasa kasihan ikut memberi
semangat sampai wajahnya memerah.
“Dorong!”
Mata Rio
yang terlihat di balik masker wajahnya terlihat membelalakkan penuh karisma.
“Hmmmmpph.”
Suara si
ibu yang mengerahkan seluruh tenaganya itu berbeda dari yang sebelumnya.
“Kalau
anda berhenti, napas bayi ini akan tersumbat. Lebih kuat lagi!”
Rio
menguatkan suaranya dengan harapan agar kekuatannya itu bisa tertular kepada
ibu hamil itu. Mendengar hal itu, si ibu yang sudah kewalahan mulai menguatkan
dirinya kembali.
“Hmmmmmpphh!!”
“Oooekkk..!”
(?)
Akhirnya
suara tangis bayi memenhi seluruh ruang bersalin. Seketika itu juga, semua
orang yang berada di tempat itu berseru dengan lega.
“Anda
sudah punya nama yang cantik untuk putri anda ini kan?”
Rio
menerima bayi itu sambil menatap si ibu dengan tatapan penuh haru.
“Se...Seu
Ri.”
Si ibu
yang terharu menjawab dengan tersengal-sengal namun tetap tersenyum bahagia.
Rio menatap ibu itu dengan puas.
“Mama Seu
Ri, selamat! Putri anda lahir dengan selamat!”
Rio
memberikan bayi itu kepada perawat dan perawat itu membawa bayi yang baru lahir
itu kepada si ibu dengan hati-hati. Si suami yang terharu dan ibu bersalin itu
hanya menatap bayi mereka yang baru lahir dengan wajah bahagia yang tidak bisa
diungkapkan dengan kata-kata.
Rio
meninggalkan ruang bersalin dengan wajah lega. Setiap berhasil membantu
persalinan dengan selamat, ia merasa seperti melayang ke angkasa dan menggapai
bintang-bintang di sana.
Rio
terlihat lelah. Ia baru saja melepaskan maskernya ketika seorang perawat datang
menghampirinya dan menyodorkan telepon genggamnya. Rio menatap perawat itu
sambil berkata ‘siapa?’
“Ibu Lee,”
perawat itu berbisik pelan. Seketika itu, Rio merasa seolah awan gelap menutupi
langit penuh bintangnya dan ia menerima telepon itu dengan wajah murung.
“Halo,”
suaranya terdengar lesu. Namun, suara ibnya di seberang sana terdengar sangat
ceria.
“Anakku,
kau tadi sedang ada operasi ya?”
Mendengar
suara ibunya yang terlalu ceria dan dibuat-buat, pasti ada orang lain yang ikut
mendengarkan di sebelahnya saat ini.
“Iya.”
Rio
selalu tidak suka dengan sikap ibunya yang seperti ini.
“Ibu baru
saja sampai di rumah sakit, bagaimana kalau kita makan siang bersama?”
Sepertinya
sekarang kepala rumah sakit yang ada di sebelahnya.
“Tidak
apa-apa. Makan saja duluan,” Rio berkata singkat tanpa basa-basi. Ia dapat
merasakan ibunya tertegun mendengar ucapannya itu. namun, suara yang
menyahutnya masih terdengar ceria.
“Kau
sibuk ya? ayolah kita makan bersama, Shilla sudah meluangkan waktunya.”
Seperti
itulah ibunya. Ia tahu pasti kartu rahasia yang membuat Rio tidak bisa menolak
permintaannya. Atau mungkin lebih tepat disebut sandera? Rio merasa lehernya
tercekik karena menahan emosi.
“Kau
sudah lihat wajah Shilla yang terlihat kuyu? Ibu jadi ingin memberinya makan
sesuatu.”
Entah
apakah ia mengira kartu rahasianya itu benar-benar ampuh, ibunya kembali
menegaskan tentang Shilla. Kalau sudah seperti itu terpaksa Rio mengalah
meskipun ia sangat marah.
“Pergilah
dulu bersama Shilla. Aku segera menyusul.”
“Oh,
begitu? Baiklah. Love you, anakku.”
***
Rio
mendapat sms dari Shilla yang berisi nama restoran Korea tradisional, tempat,
dan juga pesan yang menyuruhnya untuk cepat datang. Dengan terpaksa, akhirnya
ia tiba di tempat itu. Di lapangan parkir restoran itu terlihat banyak
kendaraan dari salah satu stasiun tv. Di salah satu ruangan yang cukup luas di
restoran itu pun terlihat ramai oleh orang-orang yang tengah mengatur kamera.
Ternyata restoran in cukup terkenal juga. Pikir Rio. Tetapi, haruskah mereka
makan di restoran yang penuh dan berisik seperti ini? alasannya datang ke
tempat ini saja sudah tidak menyenangkan ditambah lagi suasana yang seperti
ini. Terserah mau ada Shilla atau tidak, Rio rasanya ingin menghilang saja dari
tempat itu.
Ketika ia
sibuk memperhatikan orang-orang yang sibuk mempersiapkan syuting, ia melihat
ibunya dan Shilla sedang duduk bersama berhadapan dan melambaikan tangan
padanya dari kejauhan.
“Sepertinya
restoran ini masuk TV. Memang sih tempat ini cukup terkenal,” Shilla berkata
pada Rio yang duduk di sebelahnya dengan wajah tidak nyaman sambil menyodorkan
tisu basah dan secangkir teh hangat. Melihat tingkah mereka berdua, ibu Rio
tersenyum senang. Sementara Rio sama sekali tidak senang melihat ibunya seperti
itu.
“Aku tidak
tahu apakah makanannya bisa masuk lewat mulut atau malah lewat hidung.”
Rio
mengabaikan tatapan ibunya dan meneguk tehnya. Ia lalu kembali memperhatikan
orang-orang yang sedang menyiapkan syuting. Di antara kerumunan orang itu, ia
melihat seorang wanita sedang berbicara seorang diri dengan penuh semangat.
“Sudah
lama kita tidak makan bersama seperti ini. kau ini, sering-seringlah pulang ke
rumah,” ibunya berkata dengan lembut pada Rio yang tidak pernah pulang ke rumah
sejak ia tinggal seorang diri di rumah yang disewakan oleh ibunya. Barulah Rio
mengalihkan pandangannya dari tim syuting itu dan menatap ibunya. Ibunya yang
bertatapan langsung dengan Rio semakin tersenyum lebar. Rio memalingkan
wajahnya dengan dingin melihat ibunya seperti itu. shilla berada di sebelah
mereka kemudian membuka mulut berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Ibu
berkata kalau ia ingin kita punya anak sesuai rencana. Supaya kau juga tidak
terganggu.”
“Memangnya
anak itu seperti barang, semaunya saja,” Rio menyahut dengan kasar. Ia semakin
tidak suka dengan situasi ini, ketika wanita yang tahu pasti bagaimana
hubungannya dengan ibunya berusaha memperbaiki suasana malah terlihat
menyedihkan. Shilla tertawa kaku mendengar ucapan Rio, sementara ibunya yang
bertatapan dengan Shilla tersenyum seoalah berkata ‘tidak apa-apa’.
Rio yang
memang tidak biasa berbicara lembut kepada Shilla kembali mengalihkan
tatapannya dengan dingin ke arah tim yang sedang syuting. Wanita yang tadi
bergumam seorang diri itu kini duduk di depan sebuah cermin berukuran sebesar
wajahnya sendiri sambil membenahi dandanannya. Ia tetap menggumamkan sesuatu
sambil sesekali melemaskan otot-otot wajahnya dengan membuat ekspresi-ekspresi
aneh. Ditengah kerumunan orang seperti ini, hebat juga ia tetap berbuat seperti
itu dengan cueknya. Pikir Rio.
“Kau
lihat apa sih?” Shilla bertanya sambil ikut memandang ke arah yang dilihat oleh
Rio.
“Sepertinya
aku pernah melihat wanita itu, di mana ya?” Rio memandang wanita yang sedang
bercermin itu sambil menajamkan penglihatannya.
“Bukankah
ia seorang reporter? Pasti kau melihatnya di tv.”
Tv?
Setelah masuk fakultas kedokteran, ia tidak ingat kapan terakhir kali ia
menonton televisi. Namun, ia merasa familier dengan wajah wanita itu.
“Aku kan
tidak menonton tv, entahlah, sepertinya aku melihatnya di suatu tempat.”
Rio yang
berpikir keras untuk mengingat wanita itu akhirnya menyerah dan memiringkan
kepalanya.
“Tapi aku
juga familier dengan wajahnya. Apa karena wajahnya terlihat biasa-biasa saja
ya?”
Shilla
pun ikut memangdang wanita itu dengan penasaran.
“Begitu
ya?” Rio menyahut sambil termenung.
“Makanan
apa yang paling enak disini?”
Ibu Rio
tiba-tiba membuka papan menu ke hadapan mereka berdua. Shilla langsung mendekat
ke arah ibu Rio dan bersama-sama melihat menu restoran itu.
“Yang ini,
ibu...”
Sementara
ibunya dan Shilla asyik membicarakan menu di restoran itu, Rio memandang ke
arah wanita yang sedang melemaskan otot-otot wajahnya itu dengan serius.
Kemudian, wanita itu mengeluarkan telepon genggam dari sakunya. Kelihatannya
ada seseorang yang meneleponnya, ia menjawab telepon sambil mengernyitkan dahi.
Rio membaca gerak bibirnya yang berkata ‘kenapa kau meneleponku terus? Aku
sedang sibuk’. Tiba-tiba, Rio yang sedang menempelkan gelas di bibirnya
tersentak seolah teringat sesuatu. Wanita itu, ia adalah wanita yang kemarin
berteriak-teriak ‘tidak akan kuhapus!’ di dekat pintu darurat di sebelah lobi
rumah sakit bagian kandungan.
“Pantas
saja aku familier dengannya.”
Tanpa
sadar Rio bergumam seorang diri. Jadi, ia adalah seorang reporter? Apa suaminya
juga bekerja di stasiun tv?
“Apa?”
Shilla melihat Rio bergumam seorang diri dan bertanya padanya.
“Ah,
tidak. Sudah pesan makanan?”
Setelah
itu, barulah Rio mengalihkan pandangannya dan menoleh ke arah Shilla. Ketika
Rio sedang mendengarkan Shilla yang menjelaskan menu yang mereka pesan, suasana
di restoran itu mendadak sunyi. Sepertinya tim yang sedang syuting itu sudah
mulai mengambil gambar dan hanya suara wanita itu saja yang terdengar jelas.
Orang-orang yang berada di restoran itu mulai mengalihkan pandangan mereka pada
wanita itu. sementara, wanita itu tersenyum lebar di depan kamera dan mulai
mengucapkan dialognya.
“Waah,
coba lihat berbagai makanan yang ada di sini. Sepertinya ini adalah menuh
favorit yang ada di restoran ini ya?”
Rio hanya
mendengus pelan melihat ekspresi dan gaya wanita itu yang berlebihan, seolah
air liurnya sudah mengalir seperti air terjun. Sementara, di sebelah wanita itu
terlihat seorang laki-laki yang kelihatannya pemilik restoran ini, duduk dengan
kaku layaknya seorang anggota parlemen yang akan mengadakan konferensi pers
resmi. Ia menjawab pertanyaan wanita itu dengan gugup seolah sedang
diinvestigasi tentang kasus penggelapan uang.
“Ya. Menu
ini adalah yang paling digemari oleh tamu kami di setiap musim, baik musim
semi, musim panas, musim gugur, maupun saat musim dingin.”
Tamu-tamu
di restoran itu terkikik mendengar jawabannya yang terdengar seperti orang yang
sedang membaca buku pelajaran bahasa. Namun, tim yang sedang syuting itu
terlihat sangat serius.
“Wah, ini
dia appetizernya ya. Ini bubur kacang merah, kan?”
Reporter
itu mengangkat sebuah mangkuk keramik berwarna putih yang terletak di
hadapannya. Tiba-tiba saja, Rio yang sedang meminum airnya tersedang dan
terdiam. Dia tidak akan memakannya kan? Rio mengawasi wanita yang sudah
mengangkat sendoknya itu dengan tatapan tajam, sementara wanita itu mulai
mengaduk bubur kacang merahnya. Sepertinya memang acara wisata kuliner.
“Wanita
itu gila ya?”
Rio yang
mulai panik terus memandang wanita itu dengan wajah tidak percaya. Shilla dan
ibunya juga tengah mengaduk bubur kacang mereka memandang Rio dengan heran.
Namun, Rio tidak peduli pada tatapan mereka dan terus mengawasi wanita itu.
Wanita itu berkata dengan wajah puas kepada pemilik restoran yang terlihat kaku
seperti mayat.
“Pasti
rasanya lezat. Hm, aromanya pun sedap sekali.”
Reporter
itu mendekatkan hidungnya pada makanan yang tersaji di hadapannya dan mencium
aromanya. Kemudian, ia mengambil sesendok penuh bubur yang tadi sudah ia adik
dan mulai menyantapnya. Harus kuulangi atau tidak ya. kacang merah adalah
makanan yang berbahaya bagi ibu hamil dan sebaiknya dihindari. Namun, wanita
yang ternyata adalah seorang reporter itu malah menyantapnya begitu saja tanpa
ragu-ragu.
“Wah,
rasanya enak sekali. Lalu, wah, sepertinya ini adalah minuman alkohol
tradisional yang dibuat di restoran ini ya.”
Reporter
itu kemudian menuangkan minuman itu di gelasnya dan memasang ekspresi bahagia.
Melihat wajahnya yang seperti itu, Rio mengerutkan keningnya.
“Kyaaa.”
Wanita
itu membalikkan gelasnya yang sudah kosong di atas kepalanya. Keterlaluan
sekali wanita itu. Baiklah, hanya satu sendok bubur kacang merah dan satu gelas
kecil alkohol. Tidak akan terjadi apa-apa kan? Rio berusaha menenangkan dirinya
sambil mengaduk-aduk bubur kacang merah yang terletak di hadapannya. Ia kini
menjadi kurang berselara makan.
“Makanlah.
Enak, lho,” bisik Shilla yang duduk di sampingnya.
“Ah, aku
sedang tidak selera.”
Rio
mendorong mangkuk di hadapannya dengan malas. Kemudian suara reporter itu terdengar
kembali.
“Nah,
berikutnya ada menu apa lagi? Wah, ini ikan fugu kan!”
Hah!
Sekarang ia mau makan ikan beracun itu? Wanita itu sebenarnya memedulikan janin
yang ada di perutnya tidak sih? setelah bersikeras tidak mau kehilangan bayi
itu, ia malah sama sekali tidak menjaga makanan seperti orang bodoh. Rio
mengerutkan keningnya seolah ikan fugu yang beracun itu mengembang di dalam
lehernya sendiri. Reporter yang bodoh itu mengambil sepotong daging ikan itu,
menyuapkan ke dalam mulutnya, dan memasang wajah puas. Rio merasa sangat
kasihan terhadap anak yang ada di dalam perut wanita itu.
“Kyaaa.”
Mendengar
reaksinya, jelas ia baru meminum segelas alkohol lagi. Trak! Seketika itu juga,
Rio meletakkan sendoknya ke atas meja. Meskipun ia sudah berusaha untuk bersabar,
tekanan darahnya semakin lama semakin memuncak.
“Ada apa?
Ayo makan.”
Shilla
memberikan sendok itu ke tangan Rio dengan sabar.
“Minuman
alkohol rasanya benar-benar nikmat, seperti madu. Katanya ini baik untuk
mengembalikan stamina ya? Lezat dan tidak memabukkan. Kyaa.”
Keterlaluan.
Rio tidak bisa lagi menahan dirinya yang sudah terbakar emosi. Reporter itu
bahkan meneguk alkohol hingga enam gelas lebih. Meskipun ia berkali-kali
memerintahkan dirinya untuk mengabaikan hal itu, tangan Rio yang memegang
sendok di atas meja bergetar sambil tetap menghitung berapa gelas yang diminum
wanita itu.
“Dari
minuman ini tercium aroma bunga. Sampai tidak bisa membedakan apakah ini air
sari bunga atau minuman alkohol. Nah, satu gelas lagi!”
Benar-benar
gila! Detik itu juga, Rio membanting sendoknya sambil berdiri dan berlari ke
arah wanita itu. tepat ketika bibir wanita itu menyentuh gelas minumannya, Rio
yang meluncur bak roket menarik tangan wanita itu dan menyentaknya.
“Omooo!”
Reporter
itu terkejut dan berseru, sementara gelas itu terlempar dan tumpah mengenai PD
yang duduk di depannya. Seketika itu, suasana syuting menjadi kacau dan tidak
terkendali.
“Apa-apaan
pria itu! cepat singkirkan dia!”
PD yang
terkena tumpahan minuman itu berteriak sambil menunjuk ke arah Rio. Beberapa
kru langsung berlari ke arah Rio. Namun, Rio malah berteriak kepada reporter
wanita itu sambil tetap memegang tangannya erat-erat.
“Kau gila
ya? bubur kacang merah, ikan fugu, sampai alkohol. Kenapa kau makan seenaknya
seperti itu...”
Kemudian
ia mendekatkan wajahnya ke telinga wanita itu dan berkata dengan tegas.
“Ibu
hamil?”
“Apa? Ibu
hamil?” reporter itu berteriak dengan tidak kalah kuatnya.
“Apa?” PD
itu pun terkejut mendengar perkataan reporter itu. semua orang memandang ke
arah mereka. Sesaat, wanita itu sepertinya sadar bahwa ia berbicara terlalu
keras lalu menutup mulutnya. Kemudian ia mengibaskan tangannya ke arah PD dan
orang-orang di sekitarnya sambil membantah dengan panik.
“Tidak!
Aku tidak hamil!”
“Tidak
hamil bagaimana?” sahut Rio dengan kecewa.
“Mungkin
kau adalah wanita yang tahu bagaimana menjaga bayimu sendiri, tapi ternyata kau
sengaja berbuat seperti ini karena ada di hadapan orang-orang?”
Rio
mengangkat mangkuk bubur kacang merah yang terletak di atas meja.
“Kacang
merah itu tidak hanya bisa memperlambat perkembangan janin, tapi juga
menimbulkan kontraksi di uterus. Bisa juga meningkatkan produksi hormon yang
dapat menimbulkan kelainan pada bayi! Kau tahu tidak? Lalu, ikan fugu, pada
dasarnya adalah ikan yang beracun, dasar wanita gila! Sampai minum alkohol
bergelas-gelas lagi! Benar-benar!”
Orang-orang
menatap reporter itu dengan tidak percaya. Sementara reporter itu tetap
membantah tuduhan pria itu.
“Tidak!
Aku benar-benar tidak hamil!”
***
Halooooo
hohoho ngaret sehari yak? Ini pun belum selesai, baru setengahnya -.- Yaaah
faktor jari mimin yang melunglai karena ngetik terus-terusan.-. Kenapa yang ini
cuma setengah? Karena kemaren pada komen kalo ini kepanjangan dan bla bla bla.
Ciyus panjang? Yang kemaren 14 halaman, MM aja rata-rata 16 sampe 18 halaman
tapi kalian pada bilang kependekan K Dasar, emang niat
mau nyiksa mimin yak K Yaudah, mimin post
nya setengah-setengah aja sekalian biar tangan mimin bisa istirahat hehehe. Dan
gajadi deh dua hari sekali, capeeek pemirsah capeeeek, gak tekejar juga :’’)
Jadi yaaa mungkin paling lama seminggu separt yaa :3 So see you babay muah muah
muah :*
***
Pepatah
berkata langit akan selalu menolong orang yang menolong dirinya sendiri. Lalu,
apakah itu berarti orang yang berusaha menghancurkan orang lain akan
menghancurkan dirinya sendiri? Namun, untuk urusan Cakka, karena laki-laki itu
sudah memberikan pengaruh secara mental pada dirinya, Ify merasa balas
dendamnya pada laki-laki itu masih terhitung cukup baik. Lagi pula, 90% penyebabnya
adalah komputer itu. Namun ini agak keterlaluan. Ini bukan hanya kesialan yang
bertubi-tubi, tetapi seperti mendapat kesialan seumur hidup dalam satu hari. Ia
tidak pernah mengira akan mengalami masalah yang serius dengan faktor
keberuntungannya seperti ini. Ketika PD Choi menghampirinya setelah ia
mencampakkan Cakka dengan kasar, tadinya ia pikir itu adalah pertanda baik dan
kesempatan baru yang diberikan Tuhan.
“Kau tahu
kan kalau saat ini tidak ada orang yang mengisi tempat reporter acara kuliner ini?
kalau bagus, kau bisa jadi reporter tetap, lho.”
PD Choi
mengedipkan matanya pada Ify seolah menegaskan kembali tentang posisi tetap di
acara itu. reporter tetap? Tentu saja, dengan senang hati. Belakangan Ify
mendengar bahwa reporter yang sebelumnya mengisi tempat ini tiba-tiba
dipindahkan ke acara dokumenter alam. Ify menunjukkan tatapan yang berapi-api
dan semangat yang kuat kepada PD Choi.
Tempat
yang menjadi lokasi syuting pertamanya adalah restoran yang terkenal dengan
makanan kesehatan. Karena acara ini akan ditayangkan secara live, maka sedikit
kesalahan akan berakibat fatal.
“Appetizer-nya
adalah bubur kacang merah, makan utamanya ikan fugu, dan terakhir adalah
minuman alkohol tradisional yang khusus di restoran ini. Lalu, kau bertanya
pada pemilik restoran itu tentang khasiat dari makanan-makanan itu. Jadi,
sekali lagi, bubur kacang merah, ikan fugu dan minuman alkohol. Oke?”
PD Choi
menjelaskan isi acaea itu dengan ramah. Dengan wajah gugup, Ify kemudian
melatih senyumnya sambil menatap ke kamera yang bahkan belum menyala.
“Lalu,
apa khasiat dari bubur kacang merah ini? Bagaimana dengan ikan fugu? Lalu, ini
adalah minuman alkohol tradisional itu ya?” Ify melatih pelafalannya dengan
serius sambil bergumam seorang diri.
“Memangnya
ini siaran di Korea Utara? Lebih natural lagi, dong.”
Ify malah
semakin tegang melihat wajah PD Choi yang khawatir. Kemudian ia kembali menatap
ke kamera dan berlatih dengan lebih serius. Ify terus menggumamkan perkataan
yang sama berkali-kali. Sesekali ia melihat ke cermin dan memperlihatkan tekad
yang kuat untuk menjadi reporter tetap di acara itu. tiba-tiba, ia mendapat
telepon dari Cakka. Meskipun ia malas menjawab telepon itu, namun ia tetap
menjawab singkat karena sepertinya orang ini akan terus mengganggunya. Ia hanya
berkata jangan meneleponnya lagi dan segera menutup telepon itu. Apa telepon
itu yang menjadi pembawa sial? Bukannya ia ingin menyalahkan orang lain lagi,
tetapi ia benar-benar tidak tahan lagi.
Syuting
dimulai dengan lancar. Siaran sudah diterima oleh stasiun TV dan begit mendapat
tanda ‘shoot’ dari PD, Ify berhasil mengatur napasnya dan mewawancarai pemilik
restoran itu dengan santai dan natural. Meskipun ia sempat berpikir seharusnya
pemilik restoran ini juga latihan dulu bersamanya tadi karena sikap dan
ucapannya sangat kaku, seperti sedang membaca buku pelajaran Bahasa Korea.
Namun, Ify tidak menyerah. Ia mengajak pemilik restoran itu untuk lebih santai,
karena kalau tidak, maka akan terlihat lebih mencolok. Kemudian Ify mulai
mencicipi bubur kacang merah, ikan fugu dan beberapa gelas minuman alkohol di
restoran itu... Itu saja.
Tiba-tiba,
seorang laki-laki datang berlari menghampirinya seperti orang kesetanan,
memegang pergelangan tangannya kuat-kuat sampai membuat gelas itu terlempar
mengenai dahi PD mengatakan kalau dirinya adalah ‘ibu hamil’ dan berkata
macam-macam. Seandainya itu semua hanya mimpi. Hal itu seharusnya tidak pernah
terjadi. Tidak boleh terjadi. Ini kan siaran langsung! Yang lebih penting
daripada masalah ‘ibu hamil’ itu adalah bahwa acara ini disiarkan secara
langsung. Karena ia belum menikah, maka ia tidak bisa diam begitu saja
mendengar tuduhan itu.
“Tidak.
Aku tidak hamil!” Ify membantah tuduhan itu dengan tegas, namun tidak seorang
pun memercayainya.
“Cepat
tayangkan gambar lain!” PD itu berteriak kepada salah seorang staf dan seketika
terdengar suara helaan napas putus asa dari berbagai penjuru lokasi syuting.
Dunia benar-benar jungkir balik rasanya!
“Hei!
Sebenarnya yang kau maksud ibu hamil itu siapa?” Ify berteriak kepada laki-laki
yang tadi memegang tangannya itu dengan geram.
“Aku
sudah lihat sendiri. Kau kemarin datang ke dokter kandungan kan? Siapa sih
dokter yang menanganimu?” Laki-laki itu menatap Ify dengan tatapan prihatin
tanpa memedulikan orang-orang di sekitarnya yang memandangnya.
“Dokter
kandungan?”
Saat itu,
barulah ia ingat wajah laki-laki itu. laki-laki ini adalah dokter yang paling
menarik perhatiannya ketika ia berkunjung ke rumah sakit dengan So Yeong!
“Kau ini,
dokter di bagian kandungan....”
“Hah!
Rupanya kau pernah melihatku? Benar, aku ini dokter kandungan!”
Sekarang,
rasa percaya diri laki-laki itu semakin tinggi. Sementara itu, tatapan orang di
sekitar mereka pada Ify semakin tajam, seolah mengatakan ‘begitu rupanya’.
Mendapat tatapan seperti itu, Ify semakin panik.
“Tidak,
sungguh!” Ify berseru sampai hampir menangis. rasanya ia ingin naik ke atap
restoran itu dan terjun dari sana.
“Kubilang
aku tidak hamil!” Ify akhirnya berteriak sambil terduduk lemas.
***
“Cepat
tulis surat permohonan maaf!”
Begitu sampai
di kantor, ia langsung dipanggil oleh atasannya dan kembali mendapat teguran
keras. Surat permohonan maaf seperti apa yang harus ia tulis? ‘Saya berusaha
agar tidak salah oaham dikira sebagai ibu hamil’. Seperti itu? padahal ini
semua karena ulah dokter gila itu.
Ify geram
dan merasa diperlakukan tidak adil. Setelah menyeka mata dan hidungnya, ia
duduk di mejanya sambil terisak pelan. Kemudian, ia mengeluarkan sebuah pulpen
dari tempat pensilnya dengan kesal.
“Tiba-tiba
datang orang gila entah dari mana.”
Tangan
Ify yang memegang pulpen itu bergetar hebat dan pulpen itu patah di tangannya.
Beberapa rekan kerja yang melewatinya menoleh sejenak, berbisik lalu pergi
menghilang. Ify mendadak berdiri dari tempat duduknya dan berteriak, “Aku
benar-benar tidak hamil! Bukan aku!”
Tiba-tiba
Cakka datang di hadapannya, memegang tangannya dan menariknya keluar ruangan.
“Yaaaa!!!”
Ify berteriak sekuat tenaga pada Cakka.
***
Brak!
Suara
pintu besi yang terbanting tertutup memenuhi ruangan tangga darurat itu. lagi-lagi
telinganya merasa tidak nyaman. Cakka mendorong Ify sampai menempel ke dinding.
Kebiasaan sekali orang ini. batinnya merutu.
“Apa-apaan
kau?” Cakka bertanya dengan menakutkan. Apa maksudnya?
“Kau ini
kenapa sih?” teriak Ify.
“Kau,
dari kemarin heboh berkata kalau aku selingkuh. Sekarang kau bilang kau hamil?
Kau bahkan tidak pernah membiarkanku menyentuhmu sedikit pun!”
Tiba-tiba
saja emosinya memuncak, “Kau pikir aku sama denganmu?”
“Siapa
laki-laki yang kau selingkuhi itu?!” Cakka berteriak keras dengan wajah geram
atas perlakuan Ify pada dirinya selama ini.
“Aku tahu
sepertinya kau masih kesal karena perbuatanku, tapi aku tidak berbuat salah
padamu. Jadi berhentilah meneriakiku seperti itu!”
Ify
mendorong Cakka dari hadapannya.
“Kau
merasa hebat karena aku memohon-mohon padamu?”
Cakka
mendengus kesal. Seketika itu juga, otaknya seolah tidak bisa berpikir secara
rasional. Ify mengepalkan tangannya dan tanpa pikir panjang melayangkan
pukulannya ke dagu Cakka.
Buk!
“Minggir
kau! Kini aku benar-benar muak dengan laki-laki!”
Ify
berjalan menuju ke koridor kantor, meninggalkan Cakka yang terkejut sambil
memegangi dagunya yang menerima pukulan tidak terduga itu. kali ini tidak ada
yang memanggil dirinya. Ify benar-benar ingin menangis sekuat tenaga. Rasanya tidak
ada yang bisa membuat suasana hatinya membaik kembali, meskipun seandainya ia
bisa menangkap dokter gila itu dan memutilasi tubuhnya.
[Artikel
terkait]
-
Reporter “Berburu Informasi LIVE”, kehamilannya
terungkap di tengah siaran langsung!
-
Pertemuan antara Nona Y dan dokter kandungan di
tengah siaran langsung, siapa wanita itu?
-
Reporter yang memaki kekasihnya yang selingkuh
melalui situs jejaring perusahaan, ternyata hamil?
-
Reporter Y, hamil oleh mantan kekasihnya
Seketika,
berbagai artikel mengenai Ify muncul di berbagai media massa termasuk surat
kabar. Ify pucat dan panik melihat berbagai artikel tidak masuk akal yang
berkaitan dengan dirinya. Bahkan, kata kunci ‘makanan yang harus dihindari saat
hamil’ sampai ikut ramai dibicarakan di internet. Kalau tadi ia tidak
melayangkan pukulannya, hampir saja ia kalah total, KO.
“Ify
Chae-ssi! Wajahmu ternyata tidak berubah ya?” tiba-tiba seseorang menyapanya
dengan nada mengejek.
“Ya?” Ify
yang sedang tertunduk di mejanya mengangkat kepala dengan berat hati.
“Waktu
zaman sekolah kau jadi ketua geng ya? teman-temanmu gayanya menyeramkan juga
ya.”
“Coba kau
urus mini hompy-mu itu. masa tidak ada yang update sejak dua tahun yang lalu.”
“Kau
tidak berpacaran sewaktu kuliah dulu? Masa tidak ada foto selain foto mabuk-mabukan?”
Senior
dan rekan-rekan kerjanya terus mengatakan sesuatu yang aneh pada Ify.
“Apa
maksudnya sih?” Ify bergumam seorang diri.
“Identitas
pribadimu sudah tersebar,” Angel Ju, salah seorang rekan kerja yang duduk
berseberangan dengannya berbisik padanya.
“Apa?”
Memangnya
apa hebatnya aku ini? ify yang memiringkan kepalanya karena bingung tiba-tiba
membelalakkan matanya. Jangan-jangan, apa karena pernyataan itu? ify yang panik
kemudian mengetikkan namanya di salah satu situs di internet. Benar saja.
Berbagai artikel mengenai dirinya yang disertai foto-foto lamanya, identitas
lengkapnya, sampai berbagai julukan untuk dirinya sudah tersebar di dunia maya.
“Apa-apaan
ini...!!”
Rasa
kalut seketika menyelimuti pikiran Ify. Dengan sedikit kesadaran yang tersisa,
ia membaca tulisan yang tertera di monitornya dan mengklik ke sana kemari
dengan cepat. Ternyata berbagai cerita mengenai dirinya, yang bahkan tidak ia
ingat, sudah tersebar di internet. Termasuk cerita saat tahun pertama di
universitas, saat ia dan teman-temannya pesta makkeolli dan tidak sadarkan diri
selama 30 menit di lantai. Foto-foto yang hampir ia lupakan pun tersebar di
mana-mana. Napas Ify semakin tidak teratur dan matanya panas. Benar-benar
penghinaan. Melalui penglihatannya yang semakin kabur, ia menemukan pertanyaan
‘Katanya ia berpacaran dengan seorang presenter juga?’
“Memangnya
kau pacaran dengan siapa? Dengan presenter yang sudah dua tahun kerja disini
itu?”
Salah
satu seniornya yang telah bekerja selama tiga tahun di kantor itu dan kemarin
baru datang dari pelatihan di luar negeri bertanya dengan nada sinis. Lalu
senior lain yang berdiri di sebelahnya menjawab pertanyaan itu.
“Pantas
kau tidak tahu, kau baru sampai kemarin sih. coba kau sampai beberapa hari yang
lalu.”
“Beberapa
hari yang lalu?”
“Iya,
satu kantor stasiun TV ini heboh karena hal yang satu itu.”
Senior
yang menjawab itu melirik Ify dengan tatapan prihatin. Ify hanya menggigit
bibirnya. Tiba-tiba, senior yang telah bekerja selama lima tahun di kantor itu
memanggilnya.
“Ify
Chae-ssi, bisa bicara sebentar?”
Ia adalah
senior yang membawakan program berita pukul sembilan pagi di akhir pekan,
senior wanita yang terkenal sebagai orang yang mendisiplinkan
presenter-presenter lainnya.
Mendengar
perkataan senior wanita itu, kedua senior yang ada dihadapan Ify hanya
menatapnya dengan tatapan kasihan. Apa ini benar-benar kenyataan? Meskipun ia
tidak bisa mencari jawabannya, yang pasti ini adalah mimpi buruk. Mimpi buruk
yang benar-benar tidak ingin ia alami lagi.
***
Senior
itu mengajak Ify masuk ke ruang rapat.
Cklik.
Suara
pintu yang dikunci itu terdengar seperti suara pintu peti mati yang ditutup,
yang membuat seluruh badannya dingin.
“Kau
telah merusak nama baik dan harga diri bagian presenter ini. kau tahu?
Bagaimana kau bisa dituduh sebagai ibu hamil di tengah siaran langsung seperti
itu? apalagi kau belum menikah. Dan apa benar itu hanya tuduhan belaka? Ibu
hamil betulan saja tidak pernah membuat masalah seperti ini di tengah siaran
langsung, bagaimana mungkin orang yang belum menikah bisa sampai salah paham
dikira ibu hamil dan menyebabkan kecelakaan siaran seperti ini?bila terkena flu
saja, seorang reporter harus tetap terlihat prima dan menyembunyikan flunya
itu! Sebenarnya apa yang telah kau perbuat sampai seorang dokter kandungan bisa
menimbulkan kecelakaan fatal ini?”
Senior
itu berteriak dengan nada yang dingin dan menyeramkan. Seketika itu juga, air
mata mengalir di pipi Ify. meskipun selama dua tahun ia tidak pernah mendapat
program tetap, ia tidak pernah sampai dipermalukan seperti ini.
“Ini
bukan salah dokter itu. ini adalah kesalahanmu. Seratus persen.”
Mendengar
kata ‘seratus persen’ dari seniornya itu, hatinya serasa seperti ditusuk-tusuk
oleh pisau belati. Ify menundukkan kepalanya. Genangan air mata telah memenuhi pelupuk
matanya dan menutupi pandangannya.
“Dengan
kata lain, masalah ada di perilakumu. Apalagi sampai kisah percintaanmu
tersebar ke mana-mana seperti itu. sebenarnya kau ini punya otak atau tidak
sih, Ify Chae ssi? Kau tahu kan, akan sangat fatal akibatnya jika seorang
presenter terlibat skandal? Sebaiknya kau intropeksi diri dan jangan sampai
menjatuhkan nama baik presenter. Mengerti?”
“...Iya.”
Ify sudah
ingin menangis dan menjawab dengan susah payah. Melihat Ify seperti itu, senior
yang tadinya ingin mengatakan sesuatu terdiam sejenak dan menghela napas.
Kemudian ia melanjutkan dengan suara berat.
“Kau
mungkin merasa diperlakukan tidak adil, tapi kau tidak boleh larut dalam
situasi ini. Kalau kau ingin tetap menjadi presenter, kau jangan menumpahkan perasaanmu
saat ini di twitter atau jejaring sosial lainnya, dan jangan sampai terpancing
oleh wawancara yang ingin mengorek tentang hal ini. Kalau kau melihat beberapa
presenter yang hidupnya hancur karena skandal, kau pasti mengerti maksudku.”
“Iya...”
Ify tahu
seniornya itu mengkhawatirkannya. Namun ia juga sadar bahwa dirinya adalah
junior yang memalukan. Seniornya itu kembali menghela napas dan menatap Ify
tanpa berkata apa-apa. Ify tetap menundukkan kepalanya.
“Benar-benar
menyebalkan...”
Akhirnya
seniornya itu melontarkan ucapan terakhirnya dan pergi meninggalkan ruang
rapat.
Brak!
Kali ini, suara pintu yang tertutup rasanya terdengar seperti sara peti mati
yang dipaku rapat-rapat dari luar. Ify ketakutan dan terdiam. Hanya lantai
tempatnya berpijak yang rasanya amblas dan jatuh. Akhirnya, Ify menjatuhkan
badannya dan duduk berlutut dengan lemas. Sesuatu sejak tadi mengganjal
tenggorokannya seolah melesak keluar. Tangisannya terpecah bersamaan dengan air
matanya. Ia menyandarkan kepalanya di pinggir meja dan berusaha untuk menahan
tangisnya. Namun, suara tangisnya itu tetap melesak keluar dari sela-sela
bibirnya yang tidak tertutup rapat.
Selama
ini, Ify tidak pernah merasa sepayah dan sehina ini karena telah mengotori nama
baik reporter, bahkan ketika ia menjadi reporter cadangan di beberapa acara.
Oleh karena itu, sangat sulit dan menyakitkan bagi Ify untuk menerima masalah
ini. memakai kostum-kostum yang konyol dan ditertawakan orang pun sepertinya
lebih menyenangkan. Memakai bunga di kepalanya pun sepertinya bukan apa-apa.
*kalo dikorea make bunga di kepala disangka orang gila*. Ia sudah merasa
bahagia asalkan bisa beraksi di depan kamera. Namun, sepertinya dalam beberapa
waktu ini, tidak akan ada pekerjaan untuknya. Tidak, mungkin setelah beberapa
saat, pekerjaan ini akan hilang dari tangannya untuk selamanya. Merasa takut
akan dibuang dari dunia penyiaran, Ify memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar.
Ia sebenarnya malu karena tertunduk dan menangis seperti ini, namun sekeras apa
pun ia berusaha, air matanya tidak bisa berhenti mengalir. Ify akhirnya menelan
tangisannya karena rasanya ia akan mati bila menangis terus seperti ini.
Setelah
bersusah payah mengendalikan emosinya, Ify akhirnya keluar dari ruang rapat
dengan wajah tegang. Tiba-tiba ia mendengar seorang berkata.
“Berkat
Ify, semua orang penasaran ingin menonton acara “Berburu Informasi LIVE” it,
sampai server situs jejaringnya eror. Ini baru pertama kalinya kan untuk acara
ini?”
Orang
yang tidak tahu bahwa Ify ikut mendengarkan semua ucapannya itu menggelengkan
kepala dan mendecakkan lidahnya. Setelah dipikir-pikir, ternyata hebat juga.
Selama ia menjadi reporter, ia tidak pernah menjadi isu seperti ini. namun,
karena hal ini, ia sampai membuat situs jejaring kantor eror.
***
‘Cklek’.
Ify membuka pintu pagar rumahnya tanpa tenaga. Baru saja ia memasuki halaman
rumah ketika bibinya tiba-tiba muncul di hadapannya dan memegang kepala Ify.
“Benar-benar
perempuan ini!”
Ify yang
terkejut berusaha melarikan diri, namun tangan bibinya yang kuat karena sudah
lebih dari 30 tahun mencuci baju secara manual itu memegang erat kepala dan
baju Ify sehingga ia pun tidak bisa lari kemana-mana.
“Lepaskan
dan bicara baik-baik dengannya! Kita dengar penjelasannya dulu!”
Ayah Ify
yang juga tidak bisa mengalahkan kekuatan bibinya itu, memohon padanya.
“Hentikan.
Jangan sakiti anak gadisku.”
Sampai
neneknya yang sudah terkena gejala Alzheimer pun ikut menahan bibinya. Namun,
tatapan mata bibinya seolah berkata tidak ada yang bisa menghalanginya.
“Mana
laki-laki itu! anak siapa itu yang ada di perutmu?!” bibinya berteriak keras
seakan-akan bisa memecahkan keramik yang ada di rumah itu.
“Sudah
kubilang tidak! Dokter itu orang gila!”
Ify
akhirnya meluapkan emosinya yang sejak tadi ia tahan. Air matanya sudah habis
ia tumpahkan di kantor, sehingga sekarang ia tidak bisa menangis lagi. Yang ada
hanya rasa putus asa.
“Katanya
dia dalah dokter kandungan! Bagaimana ia bisa mengenalimu kalau kau tidak pergi
ke dokter kandungan? Hah? Sini kau, benar-benar membuat malu keluarga!”
“Ah, Bibi
ini, keterlaluan!” Ify berteriak sambil mengentakkan badannya. Barulah ayah Ify
memeluk bibinya itu dan menariknya menjauh.
“Aku
hanya mengantar Sivia saat itu! Dokter gila itu yang salah paham!” Ify hampir
gila rasanya.
“Anak
gadis sepertimu kenapa ikut-ikutan pergi ke tempat itu? pantas saja kau dikira
ibu hamil! Sekarang mau bagaimana, kau sudah membuat keluarga kita malu!” bibi
itu kembali berteriak semakin kencang.
“Berita
ini kan tidak benar. Kenapa kita harus malu?” ayah Ify berkata sambil berdiri
di antara Ify dan adiknya. Kemudian bibi langsung menyahut dengan ketus, “Kau
tidak tahu bagaimana gosip itu cepat menyebar? Kau pikir ada yang percaya kalau
kau bilang gosip itu tidak benar? Orang-orang sudah bertanya padaku, ‘hamil
berapa bulan’, ‘siapa ayahnya’. Aku benar-benar malu!”
Mata
bibinya terbelalak lebar. Benar juga ucapan bibi. Meskipun ia bersikeras
berkata bahwa ia tidak hamil, orang-orang sudah terlanjur mengiranya hamil.
Apalagi dengan perkembangan internet seperti ini, gosip saja yang tersebar
dengan cepat, tetapi kebenaran dibalik gosip itu terkubur dalam-dalam.
*Indonesiabangetygkayakgini!Ckckck*
“Kalau
begitu, katakan saja kalau Bibi tidak mengenalku! Kalau Bibi malu, katakan saja
kalau aku ini bukan keponakan Bibi! Mudah kan!”
“Kau
pikir bisa semudah itu, dasar perempuan gila!”
Bibi
melayangkan pukulannya pada Ify. Tiba-tiba, neneknya datang ke hadapan Ify dan
menghalanginya sehingga pukulan bibinya itu mengenai mata neneknya.
“Aiguuu!”
nenek berteriak memegangi matanya dan jatuh terduduk.
“Nenek!”
Ify yang terkejut segera menangkap tubuh neneknya.
“Ibu!”
ayah Ify juga panik dan segera berlari menghampiri nenek.
“Ibu,
Ibu! Maafkan aku!”
Bibinya
pun terkejut dan memukul-mukul tangannya sendiri sambil mendekat ke arah nenek.
Kemudian nenek berkata dengan tenang sambil tetap memegangi matanya, “Tidak
apa-apa. Nenek baik-baik saja. Sekarang jangan pukul anak gadisku ini lagi.”
Mendengar
perkataan nenek, bibi duduk di sebelah nenek sambil menepuk-nepuk dadanya
sendiri.
“Aiguuu,
Ibu. Padahal kita sudah susah payah membesarkan anak ini. Ya ampun!”
Bibi
kemudian memeluk tubuh nenek. Hati Ify sakit melihat pemandangan ini. sementara
ayahnya hanya mendecakkan lidah dengan wajah sedih dan kesal.
“Dulu aku
yang membersihkan kalau ia buang air dan menyuapinya, tapi sekarang ia malah
balik membentakku, anak itu. hidupku benar-benar menyedihkan!”
Mendengar
ucapan bibinya itu, Ify seketika merasa dirinya menua 10 tahun lebih cepat.
Tadinya ia ingin cepat sukses dan membuat keluarganya hidup dengan nyaman.
Tetapi kenyataannya, gara-gara dokter gila itu, kini ia seolah terkena badai
yang tiba-tiba datang ke dalam hidupnya.
“Jangan
khawatir, jangan khawatir.”
Nenek
yang sudah pikun mengelus-ngelus anak perempuannya yang menangis tersedu-sedu.
Melihat itu, hati Ify semakin pedih.
“Kau,
mulai besok, batas jam malammu adalah jam sembilan malam!”
Bibinya
yang sedang menangis itu tiba-tiba membelalakkan matanya menatap Ify dan
berteriak padanya.
“Benar-benar
gila. Kalau ada jadwal syuting bagaimana?” Ify menyahut dengan tidak kalah
ketus.
“Bisa
saja itu hanya alasanmu untuk berbuat macam-macam di luar sana, kan? Kalau ada
jadwal, bawa surat perintah kerja dari atasanmu!”
Gila,
gila. Masa ia harus meminta surat perintah kerja pada atasan yang selalu
menyuruhnya membuat surat permintaan maaf? Prestasi kerjanya selama ini saja
buruk, bisa-bisa ia langsung disuruh mengundurkan diri dari kantor.
“Sekarang
aku tanya, siapa yang paling diperlakukan tidak adil disini?”
Kali ini
Ify memukul-mukul dadanya sendiri. Melihat Ify seperti itu, bibinya semakin
kesal dan berteriak padanya, “Anak ini masih belum sadar juga rupanya! Pergi
kau, bawa ayah dari bayi itu ke hadapanku!”
“Ah,
benar-benar! Aku harus berbuat apa lagi untuk membuktikan ucapanku ini?!”
Pantas
saja perempuan-perempuan yang gila biasanya meninggalkan rumah dengan rambut
kusut. Dasar dokter kandungan gila! Awas kau ya!
***
Taram
taraam gak ngaret kan? Hoho~
Sampai
jumpa di Bab 3!