-->

Selasa, 22 Oktober 2013

Cheeky Romance Bab 2

BAB 2 : ORANG GILA DI BAGIAN SPESIALIS KANDUNGAN

Kemarahan yang memuncak terkadang membawa keajaiban – Stanislaw Jercy Lec

***

BRUK!
Mendengar suara tumpukan dokumen yang dibanting oleh direktur bagian presenter ke atas meja, Ify diam tertegun. Ia menunduk menyembunyikan wajahnya di antara kedua bahunya.
“Kau belum menghapusnya? Kau pikir kolom di situs jejaring kantor adalah buku harianm, atau buku coret-coretanmu?”
Dari hidung direkturnya itu sepertinya keluar asap panas karena emosi. Berbagai alasan mulus yang sudah ia siapkan sepertinya menghilang begitu saja dari kepalanya, sehingga Ify tidak bisa berkata apa-apa. Dalam hati, ia merasa hampir gila dan ingin berteriak ‘Ini semua gara-gara komputer tua itu. Saya hanya menulis asal-asalan saja. Tolong hancurkan komputer yang pura-pura eror lalu membuat pemiliknya dimaki-maki seperti ini’. Namun setelah dipikir-pikir, itulah awal mula dari kesalahan yang ia perbuat kali ini. Sepertinya, sebelum komputernya itu dibersihkaan, jari-jari tangannya yang mengetik tulisan itulah yang harus dipotong terlebih dahulu.
“Memangnya kau pikir kolom itu seperti tembok kamar mandi SD! Kau sadar tidak kalau membeberkan masalah percintaan sepele seperti ini bisa menjatuhkan citra kantor ini? kau ingin berbuat seperti itu? Cepat hapus tulisan itu! Mengerti?”
Ify tidak bertanya siapa yang menegur atasannya itu sampai ia marah dan berteriak sekuat tenaga seperti itu. Apakah CEO perusahaan ini juga ikut membuka-buka situs jejaring perusahaan? Sepertinya ia terlalu sibuk untuk melakukan hal itu. Pikir Ify.
“Baiklah, saya minta maaf,” Ify menyahut dengan suara pelan.
“Dan cepat tulis surat permohonan maaf!”
Direkturnya yang tadi berteriak-teriak kini duduk di kursi putarnya dan membelakanginya. Ify membungkukkan badannya menghadap ke punggung kursi itu, memberi salam lalu keluar dari ruangan itu. Orang-orang yang lewat di depan ruangan itu terdiam ketika melihat Ify keluar dari ruangan direktur. Semua dengan ekspresi wajah yang sama—‘ternyata kau yang membuat ulah’.
Ify mengepalkan tangannya dan menggertakkan gigi. Toh masalah ini sudah tersebar di seluruh kantor. Sesuai dengan peraturan moral perusahaan, bukankah Cakka juga seharusnya menulis surah permohonan maaf? Batinnya kesal.
Ify kembali ke tempatnya dan menatap komputer yang bermasalah itu. fiuuh... ini memang bukan salahmu. Tentu saja sepenuhnya salah orang yang mengetik tulisan itu. Ify menyalakan komputernya dengan lemas sambil menghela napas. Kemudian menghela napas lagi ketika melihat tulisannya sendiri terpampang di situs jejaring perusahaan itu. Kini, semua orang tahu apa yang ia lakukan dengan komputer itu. apalagi prestasi kerjanya pun selama ini dianggap tidak memuaskan. Komputer yang telah membuatnya berada dalam masalah kini beroperasi dengan lancar, mungkin kini ia puas telah memberi pelajaran pada pemiliknya.
Hah! Ternyata tulisannya masuk di kolom itu lebih dari sepuluh kali. Kenapa komputer ini tidak merespons tombol lain dan hanya merespons tombol ‘unggah’ sih? Atau, jangan-jangan ini sudah termasuk dengan tombol ‘hapus’ yang beberapa kali ia tekan? Tanpa sadar ia mengagumi kemampuan aneh mouse komputernya. Namun, disaat yang sama, ia merasa dirinya terlihat sangat menyedihkan. Setelah tidak mendapat program apa pun, ia malah menulis hal-hal seperti ini di komputernya. Ify menghela napas panjang dan mulai mengklik tulisan makiannya satu per satu. Setiap menghapus satu tulisannya, Ify mengerucutkan bibirnya dengan sebal.
Setelah menghapus tulisan terakhirnya di kolom itu, Ify menyandarkan dirinya di kursi. Kalau dipikir-pikir, bisa saja komputernya membalaskan dendamnya pada Cakka. Demi pemiliknya yang pengecut, komputernya itu berpura-pura eror dan siap-siap dibuang oleh pemiliknya...
Kurang ajar! Siapa yang berbuat salah, siapa yang menerima akibatnya. Ify mengepalkan tangannya dengan geram menahan amarah. Kemudian, tiba-tiba seseorang memegang tangannya yang mengepal it. Ia mendongak karena terkejut dan ternyata orang itu adalah Cakka. Cakka menatap Ify dengan sangat marah dan penuh dendam seolah ia akan mengunyah Ify sampai habis.
“Jangan banyak tanya, cepat ikuti aku.”

***

Brak!
Suara pintu besi yang tertutup di tangga darurat membuat telinganya sangat tidak nyaman. Ify pasrah ketika Cakka mendorongnya sampai menempel di tembok.
“Ah! Apa-apaan kau ini?”
Ify menatap Cakka dengan kesal. Cakka yang sehari sebelumnya memohon-mohon padanya untuk menghapus tulisan itu kini berdiri di hadapannya dengan wajah dingin. Ify ikut mengangkat kepalanya membalas tatapan Cakka.
“Siapa yang kau maksud dengan tukang selingkuh?”
Cakka membelalakkan matanya. Kelihatannya ia benar-benar marah. Yah, kalau posisinya dibalik, tentu saja ia marah besar. Tetapi aku tidak peduli dengan hal itu. batin Ify.
“Kau tidak sadar?”
Tiba-tiba, Cakka memukulkan tangannya ke tembok di sebelah wajah Ify. Ify terkejut dan diam. Namun, ia tetap membelalakkan matanya dan mengatur napasnya, seolah tidak terjadi apa-apa.
“Singkirkan lenganmu,” Ify memperingatkannya dengan tajam. Cakka semakin meluapkan amarahnya.
“Sudah kubilang kalau itu bukan apa-apa?”
“Jadi, setelah senior wanita itu memutuskanmu, kau bilang tidak ada apa-apa? Aku ini memang bodoh, tapi, sebagai laki-laki, kau tidak mau melepaskanku dan pergi begitu saja? Mungkin dengan begitu aku bisa sedikit merasa bersalah padamu,” Ify menyahut dengan nada sarkas sambil memiringkan kepalanya. Ia tidak ingin menjelaskan kejadian sebenarnya kepada laki-laki ini. toh pada akhirnya ia tetap menulis surat permohonan maaf. Sekalian saja ia bersikap seolah ia sengaja membuat tulisan itu.
Ketika Ify menatap dengan pandangan penuh dendam, Cakka menundukkan kepalanya sejenak lalu mengangkatnya kembali dengan tatapan dingin dan tidak sabar.
“Bukan senior itu yang menyelesaikan semua ini. aku! Aku yang memutuskannya!”
Cakka memukul-mukul dadanya sendiri dengan kesal.
“Lalu, itu bukan selingkuh namanya? Keterlaluan!”
Ify tiba-tiba mengangkat sebelah tangannya. Cakka tersentak. Ify dalam hati tertawa konyol melihat respons Cakka. Ia kemudian memukul lengan Cakka yang bersandar pada tembok sehingga laki-laki itu kehilangan keseimbangan dan terhuyung mundur. Ify mendorongnya menyingkir dari hadapannya.
“Kenapa kau berpisah dengannya? Kenapa kau tidak terus berkencan dengannya dan mengabaikan perempuan sepertiku yang tidak membiarkan orang lain menyentuh dirinya, yang menutup dirinya rapat-rapat seperti gembok?”
“Fiuh... seharusnya aku menahan diri saat itu. Sekarang aku mengerti mengapa lelaki bisa kehilangan wanita dan dipermalukan karena alkohol.” Cakka menghela napas dengan wajah menyesal.
Benar. Kau memang sudah cukup bersabar. Aku mengakuinya. Namun, aku tetap tidak berniat membiarkan kau menyentuhku meskipun kau berkata seperti itu. Sama sekali. Lagi pula, aku tidak bisa memaafkannya karena telah berselingkuh dengan rekan kerjanya sendiri, orang yang nantinya pun masih akan tetap berhubungan dengannya. Ify menyahut dalam diam.
“Kau tahu tidak, aku pikir kau sengaja menghukumku dengan tulisan itu lalu memaafkanku,” Cakka yang tadi terhuyung kemudian mengutarakan kekesalannya dengan gontai.
“Aku melakukan hal itu untuk menunjukkan bahwa hubungan kita benar-benar sudah berakhir. Awas saja kalau kau berani mengganggu hidupku lagi! Tahu rasa kau!” Ify berkata galak sambil menunjukkan kepalan tangannya.
“Sekali ini saja! Maafkan aku sekali ini saja!”
Cakka menggoyangkan badannya dan memohon pada Ify. Sesaat, laki-laki itu terlihat remeh dan kecil dimata Ify. Sudah tahu seperti ini kenapa masih berani selingkuh juga? Dasar laki-laki. Tiba-tiba Ify merasa dirinya sendiri yang tanpa sengaja menulis makian-makian di internet dan laki-laki yang terseret nafsunya sendiri sampai kehilangan kekasihnya itu sama-sama menyedihkan.
“Kalau kau ingin mengejar wanita yang telah meninggalkanmu, jangan berbuat seperti itu di hadapanku. Pergilah kepada senior wanitamu itu. Aku sekarang sudah tidah tahan melihat dirimu lagi.”
Ify yang tetap menatap Cakka dengan penuh emosi membuka pintu tangga darurat dan memasuki koridor kantor. Ia dapat mendengar suara pintu besi itu berdebam keras di belakangnya. Bersamaan dengan suara itu, hati Ify terasa lebih ringan. Menyenangkan juga rasanya mencampakkan laki-laki. Batinnya. Ify menepuk-nepuk kedua tangannya seolah ia usai membereskan sampah-sampah yang menumpuk dan berjalan menuju ruangan announcer. Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara seseorang yang memanggilnya.
“Ify Chae-ssi! Kau kemana saja? Aku mencarimu dari tadi.”
Ketika ia menoleh, ternyata PD Choi sudah berdiri di hadapannya sambil menggerakkan tangan menyuruhnya datang mendekat. Ia adalah PD untuk bagian ‘aneka rasa’ di acara “Berburu Informasi, LIVE”. Pasti ada kesempatan untuk menjadi reporter bagi dirinya.
Yesss! Meskipun ia harus menulis surat permohonan maaf, tetapi sepertinya keberuntungan mulai menghampirinya setelah ia menyingkirkan Cakka.

***

Melihat ekspresi seorang ibu yang sedang berjuang sekuat tenaga dalam persalinan, Rio terlihat serius dan ikut memberikan semangat.
“Terus! Terus! Terus! Terus!”
Rio khawatir ibu itu akan kehilangan kesadarannya sehingga ia terus berteriak sekuat tenaga padanya. Si ibu yang sudah berlumuran keringat memegang erat tangan suaminya dan mengerutkan wajahnya untuk mengumpulkan sisa-sisa tenaganya. Si suami yang menatap istrinya dengan rasa kasihan ikut memberi semangat sampai wajahnya memerah.
“Dorong!”
Mata Rio yang terlihat di balik masker wajahnya terlihat membelalakkan penuh karisma.
“Hmmmmpph.”
Suara si ibu yang mengerahkan seluruh tenaganya itu berbeda dari yang sebelumnya.
“Kalau anda berhenti, napas bayi ini akan tersumbat. Lebih kuat lagi!”
Rio menguatkan suaranya dengan harapan agar kekuatannya itu bisa tertular kepada ibu hamil itu. Mendengar hal itu, si ibu yang sudah kewalahan mulai menguatkan dirinya kembali.
“Hmmmmmpphh!!”
“Oooekkk..!” (?)
Akhirnya suara tangis bayi memenhi seluruh ruang bersalin. Seketika itu juga, semua orang yang berada di tempat itu berseru dengan lega.
“Anda sudah punya nama yang cantik untuk putri anda ini kan?”
Rio menerima bayi itu sambil menatap si ibu dengan tatapan penuh haru.
“Se...Seu Ri.”
Si ibu yang terharu menjawab dengan tersengal-sengal namun tetap tersenyum bahagia. Rio menatap ibu itu dengan puas.
“Mama Seu Ri, selamat! Putri anda lahir dengan selamat!”
Rio memberikan bayi itu kepada perawat dan perawat itu membawa bayi yang baru lahir itu kepada si ibu dengan hati-hati. Si suami yang terharu dan ibu bersalin itu hanya menatap bayi mereka yang baru lahir dengan wajah bahagia yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Rio meninggalkan ruang bersalin dengan wajah lega. Setiap berhasil membantu persalinan dengan selamat, ia merasa seperti melayang ke angkasa dan menggapai bintang-bintang di sana.
Rio terlihat lelah. Ia baru saja melepaskan maskernya ketika seorang perawat datang menghampirinya dan menyodorkan telepon genggamnya. Rio menatap perawat itu sambil berkata ‘siapa?’
“Ibu Lee,” perawat itu berbisik pelan. Seketika itu, Rio merasa seolah awan gelap menutupi langit penuh bintangnya dan ia menerima telepon itu dengan wajah murung.
“Halo,” suaranya terdengar lesu. Namun, suara ibnya di seberang sana terdengar sangat ceria.
“Anakku, kau tadi sedang ada operasi ya?”
Mendengar suara ibunya yang terlalu ceria dan dibuat-buat, pasti ada orang lain yang ikut mendengarkan di sebelahnya saat ini.
“Iya.”
Rio selalu tidak suka dengan sikap ibunya yang seperti ini.
“Ibu baru saja sampai di rumah sakit, bagaimana kalau kita makan siang bersama?”
Sepertinya sekarang kepala rumah sakit yang ada di sebelahnya.
“Tidak apa-apa. Makan saja duluan,” Rio berkata singkat tanpa basa-basi. Ia dapat merasakan ibunya tertegun mendengar ucapannya itu. namun, suara yang menyahutnya masih terdengar ceria.
“Kau sibuk ya? ayolah kita makan bersama, Shilla sudah meluangkan waktunya.”
Seperti itulah ibunya. Ia tahu pasti kartu rahasia yang membuat Rio tidak bisa menolak permintaannya. Atau mungkin lebih tepat disebut sandera? Rio merasa lehernya tercekik karena menahan emosi.
“Kau sudah lihat wajah Shilla yang terlihat kuyu? Ibu jadi ingin memberinya makan sesuatu.”
Entah apakah ia mengira kartu rahasianya itu benar-benar ampuh, ibunya kembali menegaskan tentang Shilla. Kalau sudah seperti itu terpaksa Rio mengalah meskipun ia sangat marah.
“Pergilah dulu bersama Shilla. Aku segera menyusul.”
“Oh, begitu? Baiklah. Love you, anakku.”

***

Rio mendapat sms dari Shilla yang berisi nama restoran Korea tradisional, tempat, dan juga pesan yang menyuruhnya untuk cepat datang. Dengan terpaksa, akhirnya ia tiba di tempat itu. Di lapangan parkir restoran itu terlihat banyak kendaraan dari salah satu stasiun tv. Di salah satu ruangan yang cukup luas di restoran itu pun terlihat ramai oleh orang-orang yang tengah mengatur kamera. Ternyata restoran in cukup terkenal juga. Pikir Rio. Tetapi, haruskah mereka makan di restoran yang penuh dan berisik seperti ini? alasannya datang ke tempat ini saja sudah tidak menyenangkan ditambah lagi suasana yang seperti ini. Terserah mau ada Shilla atau tidak, Rio rasanya ingin menghilang saja dari tempat itu.
Ketika ia sibuk memperhatikan orang-orang yang sibuk mempersiapkan syuting, ia melihat ibunya dan Shilla sedang duduk bersama berhadapan dan melambaikan tangan padanya dari kejauhan.
“Sepertinya restoran ini masuk TV. Memang sih tempat ini cukup terkenal,” Shilla berkata pada Rio yang duduk di sebelahnya dengan wajah tidak nyaman sambil menyodorkan tisu basah dan secangkir teh hangat. Melihat tingkah mereka berdua, ibu Rio tersenyum senang. Sementara Rio sama sekali tidak senang melihat ibunya seperti itu.
“Aku tidak tahu apakah makanannya bisa masuk lewat mulut atau malah lewat hidung.”
Rio mengabaikan tatapan ibunya dan meneguk tehnya. Ia lalu kembali memperhatikan orang-orang yang sedang menyiapkan syuting. Di antara kerumunan orang itu, ia melihat seorang wanita sedang berbicara seorang diri dengan penuh semangat.
“Sudah lama kita tidak makan bersama seperti ini. kau ini, sering-seringlah pulang ke rumah,” ibunya berkata dengan lembut pada Rio yang tidak pernah pulang ke rumah sejak ia tinggal seorang diri di rumah yang disewakan oleh ibunya. Barulah Rio mengalihkan pandangannya dari tim syuting itu dan menatap ibunya. Ibunya yang bertatapan langsung dengan Rio semakin tersenyum lebar. Rio memalingkan wajahnya dengan dingin melihat ibunya seperti itu. shilla berada di sebelah mereka kemudian membuka mulut berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Ibu berkata kalau ia ingin kita punya anak sesuai rencana. Supaya kau juga tidak terganggu.”
“Memangnya anak itu seperti barang, semaunya saja,” Rio menyahut dengan kasar. Ia semakin tidak suka dengan situasi ini, ketika wanita yang tahu pasti bagaimana hubungannya dengan ibunya berusaha memperbaiki suasana malah terlihat menyedihkan. Shilla tertawa kaku mendengar ucapan Rio, sementara ibunya yang bertatapan dengan Shilla tersenyum seoalah berkata ‘tidak apa-apa’.
Rio yang memang tidak biasa berbicara lembut kepada Shilla kembali mengalihkan tatapannya dengan dingin ke arah tim yang sedang syuting. Wanita yang tadi bergumam seorang diri itu kini duduk di depan sebuah cermin berukuran sebesar wajahnya sendiri sambil membenahi dandanannya. Ia tetap menggumamkan sesuatu sambil sesekali melemaskan otot-otot wajahnya dengan membuat ekspresi-ekspresi aneh. Ditengah kerumunan orang seperti ini, hebat juga ia tetap berbuat seperti itu dengan cueknya. Pikir Rio.
“Kau lihat apa sih?” Shilla bertanya sambil ikut memandang ke arah yang dilihat oleh Rio.
“Sepertinya aku pernah melihat wanita itu, di mana ya?” Rio memandang wanita yang sedang bercermin itu sambil menajamkan penglihatannya.
“Bukankah ia seorang reporter? Pasti kau melihatnya di tv.”
Tv? Setelah masuk fakultas kedokteran, ia tidak ingat kapan terakhir kali ia menonton televisi. Namun, ia merasa familier dengan wajah wanita itu.
“Aku kan tidak menonton tv, entahlah, sepertinya aku melihatnya di suatu tempat.”
Rio yang berpikir keras untuk mengingat wanita itu akhirnya menyerah dan memiringkan kepalanya.
“Tapi aku juga familier dengan wajahnya. Apa karena wajahnya terlihat biasa-biasa saja ya?”
Shilla pun ikut memangdang wanita itu dengan penasaran.
“Begitu ya?” Rio menyahut sambil termenung.
“Makanan apa yang paling enak disini?”
Ibu Rio tiba-tiba membuka papan menu ke hadapan mereka berdua. Shilla langsung mendekat ke arah ibu Rio dan bersama-sama melihat menu restoran itu.
“Yang ini, ibu...”
Sementara ibunya dan Shilla asyik membicarakan menu di restoran itu, Rio memandang ke arah wanita yang sedang melemaskan otot-otot wajahnya itu dengan serius. Kemudian, wanita itu mengeluarkan telepon genggam dari sakunya. Kelihatannya ada seseorang yang meneleponnya, ia menjawab telepon sambil mengernyitkan dahi. Rio membaca gerak bibirnya yang berkata ‘kenapa kau meneleponku terus? Aku sedang sibuk’. Tiba-tiba, Rio yang sedang menempelkan gelas di bibirnya tersentak seolah teringat sesuatu. Wanita itu, ia adalah wanita yang kemarin berteriak-teriak ‘tidak akan kuhapus!’ di dekat pintu darurat di sebelah lobi rumah sakit bagian kandungan.
“Pantas saja aku familier dengannya.”
Tanpa sadar Rio bergumam seorang diri. Jadi, ia adalah seorang reporter? Apa suaminya juga bekerja di stasiun tv?
“Apa?” Shilla melihat Rio bergumam seorang diri dan bertanya padanya.
“Ah, tidak. Sudah pesan makanan?”
Setelah itu, barulah Rio mengalihkan pandangannya dan menoleh ke arah Shilla. Ketika Rio sedang mendengarkan Shilla yang menjelaskan menu yang mereka pesan, suasana di restoran itu mendadak sunyi. Sepertinya tim yang sedang syuting itu sudah mulai mengambil gambar dan hanya suara wanita itu saja yang terdengar jelas. Orang-orang yang berada di restoran itu mulai mengalihkan pandangan mereka pada wanita itu. sementara, wanita itu tersenyum lebar di depan kamera dan mulai mengucapkan dialognya.
“Waah, coba lihat berbagai makanan yang ada di sini. Sepertinya ini adalah menuh favorit yang ada di restoran ini ya?”
Rio hanya mendengus pelan melihat ekspresi dan gaya wanita itu yang berlebihan, seolah air liurnya sudah mengalir seperti air terjun. Sementara, di sebelah wanita itu terlihat seorang laki-laki yang kelihatannya pemilik restoran ini, duduk dengan kaku layaknya seorang anggota parlemen yang akan mengadakan konferensi pers resmi. Ia menjawab pertanyaan wanita itu dengan gugup seolah sedang diinvestigasi tentang kasus penggelapan uang.
“Ya. Menu ini adalah yang paling digemari oleh tamu kami di setiap musim, baik musim semi, musim panas, musim gugur, maupun saat musim dingin.”
Tamu-tamu di restoran itu terkikik mendengar jawabannya yang terdengar seperti orang yang sedang membaca buku pelajaran bahasa. Namun, tim yang sedang syuting itu terlihat sangat serius.
“Wah, ini dia appetizernya ya. Ini bubur kacang merah, kan?”
Reporter itu mengangkat sebuah mangkuk keramik berwarna putih yang terletak di hadapannya. Tiba-tiba saja, Rio yang sedang meminum airnya tersedang dan terdiam. Dia tidak akan memakannya kan? Rio mengawasi wanita yang sudah mengangkat sendoknya itu dengan tatapan tajam, sementara wanita itu mulai mengaduk bubur kacang merahnya. Sepertinya memang acara wisata kuliner.
“Wanita itu gila ya?”
Rio yang mulai panik terus memandang wanita itu dengan wajah tidak percaya. Shilla dan ibunya juga tengah mengaduk bubur kacang mereka memandang Rio dengan heran. Namun, Rio tidak peduli pada tatapan mereka dan terus mengawasi wanita itu. Wanita itu berkata dengan wajah puas kepada pemilik restoran yang terlihat kaku seperti mayat.
“Pasti rasanya lezat. Hm, aromanya pun sedap sekali.”
Reporter itu mendekatkan hidungnya pada makanan yang tersaji di hadapannya dan mencium aromanya. Kemudian, ia mengambil sesendok penuh bubur yang tadi sudah ia adik dan mulai menyantapnya. Harus kuulangi atau tidak ya. kacang merah adalah makanan yang berbahaya bagi ibu hamil dan sebaiknya dihindari. Namun, wanita yang ternyata adalah seorang reporter itu malah menyantapnya begitu saja tanpa ragu-ragu.
“Wah, rasanya enak sekali. Lalu, wah, sepertinya ini adalah minuman alkohol tradisional yang dibuat di restoran ini ya.”
Reporter itu kemudian menuangkan minuman itu di gelasnya dan memasang ekspresi bahagia. Melihat wajahnya yang seperti itu, Rio mengerutkan keningnya.
“Kyaaa.”
Wanita itu membalikkan gelasnya yang sudah kosong di atas kepalanya. Keterlaluan sekali wanita itu. Baiklah, hanya satu sendok bubur kacang merah dan satu gelas kecil alkohol. Tidak akan terjadi apa-apa kan? Rio berusaha menenangkan dirinya sambil mengaduk-aduk bubur kacang merah yang terletak di hadapannya. Ia kini menjadi kurang berselara makan.
“Makanlah. Enak, lho,” bisik Shilla yang duduk di sampingnya.
“Ah, aku sedang tidak selera.”
Rio mendorong mangkuk di hadapannya dengan malas. Kemudian suara reporter itu terdengar kembali.
“Nah, berikutnya ada menu apa lagi? Wah, ini ikan fugu kan!”
Hah! Sekarang ia mau makan ikan beracun itu? Wanita itu sebenarnya memedulikan janin yang ada di perutnya tidak sih? setelah bersikeras tidak mau kehilangan bayi itu, ia malah sama sekali tidak menjaga makanan seperti orang bodoh. Rio mengerutkan keningnya seolah ikan fugu yang beracun itu mengembang di dalam lehernya sendiri. Reporter yang bodoh itu mengambil sepotong daging ikan itu, menyuapkan ke dalam mulutnya, dan memasang wajah puas. Rio merasa sangat kasihan terhadap anak yang ada di dalam perut wanita itu.
“Kyaaa.”
Mendengar reaksinya, jelas ia baru meminum segelas alkohol lagi. Trak! Seketika itu juga, Rio meletakkan sendoknya ke atas meja. Meskipun ia sudah berusaha untuk bersabar, tekanan darahnya semakin lama semakin memuncak.
“Ada apa? Ayo makan.”
Shilla memberikan sendok itu ke tangan Rio dengan sabar.
“Minuman alkohol rasanya benar-benar nikmat, seperti madu. Katanya ini baik untuk mengembalikan stamina ya? Lezat dan tidak memabukkan. Kyaa.”
Keterlaluan. Rio tidak bisa lagi menahan dirinya yang sudah terbakar emosi. Reporter itu bahkan meneguk alkohol hingga enam gelas lebih. Meskipun ia berkali-kali memerintahkan dirinya untuk mengabaikan hal itu, tangan Rio yang memegang sendok di atas meja bergetar sambil tetap menghitung berapa gelas yang diminum wanita itu.
“Dari minuman ini tercium aroma bunga. Sampai tidak bisa membedakan apakah ini air sari bunga atau minuman alkohol. Nah, satu gelas lagi!”
Benar-benar gila! Detik itu juga, Rio membanting sendoknya sambil berdiri dan berlari ke arah wanita itu. tepat ketika bibir wanita itu menyentuh gelas minumannya, Rio yang meluncur bak roket menarik tangan wanita itu dan menyentaknya.
“Omooo!”
Reporter itu terkejut dan berseru, sementara gelas itu terlempar dan tumpah mengenai PD yang duduk di depannya. Seketika itu, suasana syuting menjadi kacau dan tidak terkendali.
“Apa-apaan pria itu! cepat singkirkan dia!”
PD yang terkena tumpahan minuman itu berteriak sambil menunjuk ke arah Rio. Beberapa kru langsung berlari ke arah Rio. Namun, Rio malah berteriak kepada reporter wanita itu sambil tetap memegang tangannya erat-erat.
“Kau gila ya? bubur kacang merah, ikan fugu, sampai alkohol. Kenapa kau makan seenaknya seperti itu...”
Kemudian ia mendekatkan wajahnya ke telinga wanita itu dan berkata dengan tegas.
“Ibu hamil?”
“Apa? Ibu hamil?” reporter itu berteriak dengan tidak kalah kuatnya.
“Apa?” PD itu pun terkejut mendengar perkataan reporter itu. semua orang memandang ke arah mereka. Sesaat, wanita itu sepertinya sadar bahwa ia berbicara terlalu keras lalu menutup mulutnya. Kemudian ia mengibaskan tangannya ke arah PD dan orang-orang di sekitarnya sambil membantah dengan panik.
“Tidak! Aku tidak hamil!”
“Tidak hamil bagaimana?” sahut Rio dengan kecewa.
“Mungkin kau adalah wanita yang tahu bagaimana menjaga bayimu sendiri, tapi ternyata kau sengaja berbuat seperti ini karena ada di hadapan orang-orang?”
Rio mengangkat mangkuk bubur kacang merah yang terletak di atas meja.
“Kacang merah itu tidak hanya bisa memperlambat perkembangan janin, tapi juga menimbulkan kontraksi di uterus. Bisa juga meningkatkan produksi hormon yang dapat menimbulkan kelainan pada bayi! Kau tahu tidak? Lalu, ikan fugu, pada dasarnya adalah ikan yang beracun, dasar wanita gila! Sampai minum alkohol bergelas-gelas lagi! Benar-benar!”
Orang-orang menatap reporter itu dengan tidak percaya. Sementara reporter itu tetap membantah tuduhan pria itu.
“Tidak! Aku benar-benar tidak hamil!”

***

Halooooo hohoho ngaret sehari yak? Ini pun belum selesai, baru setengahnya -.- Yaaah faktor jari mimin yang melunglai karena ngetik terus-terusan.-. Kenapa yang ini cuma setengah? Karena kemaren pada komen kalo ini kepanjangan dan bla bla bla. Ciyus panjang? Yang kemaren 14 halaman, MM aja rata-rata 16 sampe 18 halaman tapi kalian pada bilang kependekan K Dasar, emang niat mau nyiksa mimin yak K Yaudah, mimin post nya setengah-setengah aja sekalian biar tangan mimin bisa istirahat hehehe. Dan gajadi deh dua hari sekali, capeeek pemirsah capeeeek, gak tekejar juga :’’) Jadi yaaa mungkin paling lama seminggu separt yaa :3 So see you babay muah muah muah :*

***

Pepatah berkata langit akan selalu menolong orang yang menolong dirinya sendiri. Lalu, apakah itu berarti orang yang berusaha menghancurkan orang lain akan menghancurkan dirinya sendiri? Namun, untuk urusan Cakka, karena laki-laki itu sudah memberikan pengaruh secara mental pada dirinya, Ify merasa balas dendamnya pada laki-laki itu masih terhitung cukup baik. Lagi pula, 90% penyebabnya adalah komputer itu. Namun ini agak keterlaluan. Ini bukan hanya kesialan yang bertubi-tubi, tetapi seperti mendapat kesialan seumur hidup dalam satu hari. Ia tidak pernah mengira akan mengalami masalah yang serius dengan faktor keberuntungannya seperti ini. Ketika PD Choi menghampirinya setelah ia mencampakkan Cakka dengan kasar, tadinya ia pikir itu adalah pertanda baik dan kesempatan baru yang diberikan Tuhan.
“Kau tahu kan kalau saat ini tidak ada orang yang mengisi tempat reporter acara kuliner ini? kalau bagus, kau bisa jadi reporter tetap, lho.”
PD Choi mengedipkan matanya pada Ify seolah menegaskan kembali tentang posisi tetap di acara itu. reporter tetap? Tentu saja, dengan senang hati. Belakangan Ify mendengar bahwa reporter yang sebelumnya mengisi tempat ini tiba-tiba dipindahkan ke acara dokumenter alam. Ify menunjukkan tatapan yang berapi-api dan semangat yang kuat kepada PD Choi.
Tempat yang menjadi lokasi syuting pertamanya adalah restoran yang terkenal dengan makanan kesehatan. Karena acara ini akan ditayangkan secara live, maka sedikit kesalahan akan berakibat fatal.
“Appetizer-nya adalah bubur kacang merah, makan utamanya ikan fugu, dan terakhir adalah minuman alkohol tradisional yang khusus di restoran ini. Lalu, kau bertanya pada pemilik restoran itu tentang khasiat dari makanan-makanan itu. Jadi, sekali lagi, bubur kacang merah, ikan fugu dan minuman alkohol. Oke?”
PD Choi menjelaskan isi acaea itu dengan ramah. Dengan wajah gugup, Ify kemudian melatih senyumnya sambil menatap ke kamera yang bahkan belum menyala.
“Lalu, apa khasiat dari bubur kacang merah ini? Bagaimana dengan ikan fugu? Lalu, ini adalah minuman alkohol tradisional itu ya?” Ify melatih pelafalannya dengan serius sambil bergumam seorang diri.
“Memangnya ini siaran di Korea Utara? Lebih natural lagi, dong.”
Ify malah semakin tegang melihat wajah PD Choi yang khawatir. Kemudian ia kembali menatap ke kamera dan berlatih dengan lebih serius. Ify terus menggumamkan perkataan yang sama berkali-kali. Sesekali ia melihat ke cermin dan memperlihatkan tekad yang kuat untuk menjadi reporter tetap di acara itu. tiba-tiba, ia mendapat telepon dari Cakka. Meskipun ia malas menjawab telepon itu, namun ia tetap menjawab singkat karena sepertinya orang ini akan terus mengganggunya. Ia hanya berkata jangan meneleponnya lagi dan segera menutup telepon itu. Apa telepon itu yang menjadi pembawa sial? Bukannya ia ingin menyalahkan orang lain lagi, tetapi ia benar-benar tidak tahan lagi.
Syuting dimulai dengan lancar. Siaran sudah diterima oleh stasiun TV dan begit mendapat tanda ‘shoot’ dari PD, Ify berhasil mengatur napasnya dan mewawancarai pemilik restoran itu dengan santai dan natural. Meskipun ia sempat berpikir seharusnya pemilik restoran ini juga latihan dulu bersamanya tadi karena sikap dan ucapannya sangat kaku, seperti sedang membaca buku pelajaran Bahasa Korea. Namun, Ify tidak menyerah. Ia mengajak pemilik restoran itu untuk lebih santai, karena kalau tidak, maka akan terlihat lebih mencolok. Kemudian Ify mulai mencicipi bubur kacang merah, ikan fugu dan beberapa gelas minuman alkohol di restoran itu... Itu saja.
Tiba-tiba, seorang laki-laki datang berlari menghampirinya seperti orang kesetanan, memegang pergelangan tangannya kuat-kuat sampai membuat gelas itu terlempar mengenai dahi PD mengatakan kalau dirinya adalah ‘ibu hamil’ dan berkata macam-macam. Seandainya itu semua hanya mimpi. Hal itu seharusnya tidak pernah terjadi. Tidak boleh terjadi. Ini kan siaran langsung! Yang lebih penting daripada masalah ‘ibu hamil’ itu adalah bahwa acara ini disiarkan secara langsung. Karena ia belum menikah, maka ia tidak bisa diam begitu saja mendengar tuduhan itu.
“Tidak. Aku tidak hamil!” Ify membantah tuduhan itu dengan tegas, namun tidak seorang pun memercayainya.
“Cepat tayangkan gambar lain!” PD itu berteriak kepada salah seorang staf dan seketika terdengar suara helaan napas putus asa dari berbagai penjuru lokasi syuting. Dunia benar-benar jungkir balik rasanya!
“Hei! Sebenarnya yang kau maksud ibu hamil itu siapa?” Ify berteriak kepada laki-laki yang tadi memegang tangannya itu dengan geram.
“Aku sudah lihat sendiri. Kau kemarin datang ke dokter kandungan kan? Siapa sih dokter yang menanganimu?” Laki-laki itu menatap Ify dengan tatapan prihatin tanpa memedulikan orang-orang di sekitarnya yang memandangnya.
“Dokter kandungan?”
Saat itu, barulah ia ingat wajah laki-laki itu. laki-laki ini adalah dokter yang paling menarik perhatiannya ketika ia berkunjung ke rumah sakit dengan So Yeong!
“Kau ini, dokter di bagian kandungan....”
“Hah! Rupanya kau pernah melihatku? Benar, aku ini dokter kandungan!”
Sekarang, rasa percaya diri laki-laki itu semakin tinggi. Sementara itu, tatapan orang di sekitar mereka pada Ify semakin tajam, seolah mengatakan ‘begitu rupanya’. Mendapat tatapan seperti itu, Ify semakin panik.
“Tidak, sungguh!” Ify berseru sampai hampir menangis. rasanya ia ingin naik ke atap restoran itu dan terjun dari sana.
“Kubilang aku tidak hamil!” Ify akhirnya berteriak sambil terduduk lemas.

***

“Cepat tulis surat permohonan maaf!”
Begitu sampai di kantor, ia langsung dipanggil oleh atasannya dan kembali mendapat teguran keras. Surat permohonan maaf seperti apa yang harus ia tulis? ‘Saya berusaha agar tidak salah oaham dikira sebagai ibu hamil’. Seperti itu? padahal ini semua karena ulah dokter gila itu.
Ify geram dan merasa diperlakukan tidak adil. Setelah menyeka mata dan hidungnya, ia duduk di mejanya sambil terisak pelan. Kemudian, ia mengeluarkan sebuah pulpen dari tempat pensilnya dengan kesal.
“Tiba-tiba datang orang gila entah dari mana.”
Tangan Ify yang memegang pulpen itu bergetar hebat dan pulpen itu patah di tangannya. Beberapa rekan kerja yang melewatinya menoleh sejenak, berbisik lalu pergi menghilang. Ify mendadak berdiri dari tempat duduknya dan berteriak, “Aku benar-benar tidak hamil! Bukan aku!”
Tiba-tiba Cakka datang di hadapannya, memegang tangannya dan menariknya keluar ruangan.
“Yaaaa!!!” Ify berteriak sekuat tenaga pada Cakka.

***

Brak!
Suara pintu besi yang terbanting tertutup memenuhi ruangan tangga darurat itu. lagi-lagi telinganya merasa tidak nyaman. Cakka mendorong Ify sampai menempel ke dinding. Kebiasaan sekali orang ini. batinnya merutu.
“Apa-apaan kau?” Cakka bertanya dengan menakutkan. Apa maksudnya?
“Kau ini kenapa sih?” teriak Ify.
“Kau, dari kemarin heboh berkata kalau aku selingkuh. Sekarang kau bilang kau hamil? Kau bahkan tidak pernah membiarkanku menyentuhmu sedikit pun!”
Tiba-tiba saja emosinya memuncak, “Kau pikir aku sama denganmu?”
“Siapa laki-laki yang kau selingkuhi itu?!” Cakka berteriak keras dengan wajah geram atas perlakuan Ify pada dirinya selama ini.
“Aku tahu sepertinya kau masih kesal karena perbuatanku, tapi aku tidak berbuat salah padamu. Jadi berhentilah meneriakiku seperti itu!”
Ify mendorong Cakka dari hadapannya.
“Kau merasa hebat karena aku memohon-mohon padamu?”
Cakka mendengus kesal. Seketika itu juga, otaknya seolah tidak bisa berpikir secara rasional. Ify mengepalkan tangannya dan tanpa pikir panjang melayangkan pukulannya ke dagu Cakka.
Buk!
“Minggir kau! Kini aku benar-benar muak dengan laki-laki!”
Ify berjalan menuju ke koridor kantor, meninggalkan Cakka yang terkejut sambil memegangi dagunya yang menerima pukulan tidak terduga itu. kali ini tidak ada yang memanggil dirinya. Ify benar-benar ingin menangis sekuat tenaga. Rasanya tidak ada yang bisa membuat suasana hatinya membaik kembali, meskipun seandainya ia bisa menangkap dokter gila itu dan memutilasi tubuhnya.

[Artikel terkait]
-          Reporter “Berburu Informasi LIVE”, kehamilannya terungkap di tengah siaran langsung!
-          Pertemuan antara Nona Y dan dokter kandungan di tengah siaran langsung, siapa wanita itu?
-          Reporter yang memaki kekasihnya yang selingkuh melalui situs jejaring perusahaan, ternyata hamil?
-          Reporter Y, hamil oleh mantan kekasihnya

Seketika, berbagai artikel mengenai Ify muncul di berbagai media massa termasuk surat kabar. Ify pucat dan panik melihat berbagai artikel tidak masuk akal yang berkaitan dengan dirinya. Bahkan, kata kunci ‘makanan yang harus dihindari saat hamil’ sampai ikut ramai dibicarakan di internet. Kalau tadi ia tidak melayangkan pukulannya, hampir saja ia kalah total, KO.
“Ify Chae-ssi! Wajahmu ternyata tidak berubah ya?” tiba-tiba seseorang menyapanya dengan nada mengejek.
“Ya?” Ify yang sedang tertunduk di mejanya mengangkat kepala dengan berat hati.
“Waktu zaman sekolah kau jadi ketua geng ya? teman-temanmu gayanya menyeramkan juga ya.”
“Coba kau urus mini hompy-mu itu. masa tidak ada yang update sejak dua tahun yang lalu.”
“Kau tidak berpacaran sewaktu kuliah dulu? Masa tidak ada foto selain foto mabuk-mabukan?”
Senior dan rekan-rekan kerjanya terus mengatakan sesuatu yang aneh pada Ify.
“Apa maksudnya sih?” Ify bergumam seorang diri.
“Identitas pribadimu sudah tersebar,” Angel Ju, salah seorang rekan kerja yang duduk berseberangan dengannya berbisik padanya.
“Apa?”
Memangnya apa hebatnya aku ini? ify yang memiringkan kepalanya karena bingung tiba-tiba membelalakkan matanya. Jangan-jangan, apa karena pernyataan itu? ify yang panik kemudian mengetikkan namanya di salah satu situs di internet. Benar saja. Berbagai artikel mengenai dirinya yang disertai foto-foto lamanya, identitas lengkapnya, sampai berbagai julukan untuk dirinya sudah tersebar di dunia maya.
“Apa-apaan ini...!!”
Rasa kalut seketika menyelimuti pikiran Ify. Dengan sedikit kesadaran yang tersisa, ia membaca tulisan yang tertera di monitornya dan mengklik ke sana kemari dengan cepat. Ternyata berbagai cerita mengenai dirinya, yang bahkan tidak ia ingat, sudah tersebar di internet. Termasuk cerita saat tahun pertama di universitas, saat ia dan teman-temannya pesta makkeolli dan tidak sadarkan diri selama 30 menit di lantai. Foto-foto yang hampir ia lupakan pun tersebar di mana-mana. Napas Ify semakin tidak teratur dan matanya panas. Benar-benar penghinaan. Melalui penglihatannya yang semakin kabur, ia menemukan pertanyaan ‘Katanya ia berpacaran dengan seorang presenter juga?’
“Memangnya kau pacaran dengan siapa? Dengan presenter yang sudah dua tahun kerja disini itu?”
Salah satu seniornya yang telah bekerja selama tiga tahun di kantor itu dan kemarin baru datang dari pelatihan di luar negeri bertanya dengan nada sinis. Lalu senior lain yang berdiri di sebelahnya menjawab pertanyaan itu.
“Pantas kau tidak tahu, kau baru sampai kemarin sih. coba kau sampai beberapa hari yang lalu.”
“Beberapa hari yang lalu?”
“Iya, satu kantor stasiun TV ini heboh karena hal yang satu itu.”
Senior yang menjawab itu melirik Ify dengan tatapan prihatin. Ify hanya menggigit bibirnya. Tiba-tiba, senior yang telah bekerja selama lima tahun di kantor itu memanggilnya.
“Ify Chae-ssi, bisa bicara sebentar?”
Ia adalah senior yang membawakan program berita pukul sembilan pagi di akhir pekan, senior wanita yang terkenal sebagai orang yang mendisiplinkan presenter-presenter lainnya.
Mendengar perkataan senior wanita itu, kedua senior yang ada dihadapan Ify hanya menatapnya dengan tatapan kasihan. Apa ini benar-benar kenyataan? Meskipun ia tidak bisa mencari jawabannya, yang pasti ini adalah mimpi buruk. Mimpi buruk yang benar-benar tidak ingin ia alami lagi.

***

Senior itu mengajak Ify masuk ke ruang rapat.
Cklik.
Suara pintu yang dikunci itu terdengar seperti suara pintu peti mati yang ditutup, yang membuat seluruh badannya dingin.
“Kau telah merusak nama baik dan harga diri bagian presenter ini. kau tahu? Bagaimana kau bisa dituduh sebagai ibu hamil di tengah siaran langsung seperti itu? apalagi kau belum menikah. Dan apa benar itu hanya tuduhan belaka? Ibu hamil betulan saja tidak pernah membuat masalah seperti ini di tengah siaran langsung, bagaimana mungkin orang yang belum menikah bisa sampai salah paham dikira ibu hamil dan menyebabkan kecelakaan siaran seperti ini?bila terkena flu saja, seorang reporter harus tetap terlihat prima dan menyembunyikan flunya itu! Sebenarnya apa yang telah kau perbuat sampai seorang dokter kandungan bisa menimbulkan kecelakaan fatal ini?”
Senior itu berteriak dengan nada yang dingin dan menyeramkan. Seketika itu juga, air mata mengalir di pipi Ify. meskipun selama dua tahun ia tidak pernah mendapat program tetap, ia tidak pernah sampai dipermalukan seperti ini.
“Ini bukan salah dokter itu. ini adalah kesalahanmu. Seratus persen.”
Mendengar kata ‘seratus persen’ dari seniornya itu, hatinya serasa seperti ditusuk-tusuk oleh pisau belati. Ify menundukkan kepalanya. Genangan air mata telah memenuhi pelupuk matanya dan menutupi pandangannya.
“Dengan kata lain, masalah ada di perilakumu. Apalagi sampai kisah percintaanmu tersebar ke mana-mana seperti itu. sebenarnya kau ini punya otak atau tidak sih, Ify Chae ssi? Kau tahu kan, akan sangat fatal akibatnya jika seorang presenter terlibat skandal? Sebaiknya kau intropeksi diri dan jangan sampai menjatuhkan nama baik presenter. Mengerti?”
“...Iya.”
Ify sudah ingin menangis dan menjawab dengan susah payah. Melihat Ify seperti itu, senior yang tadinya ingin mengatakan sesuatu terdiam sejenak dan menghela napas. Kemudian ia melanjutkan dengan suara berat.
“Kau mungkin merasa diperlakukan tidak adil, tapi kau tidak boleh larut dalam situasi ini. Kalau kau ingin tetap menjadi presenter, kau jangan menumpahkan perasaanmu saat ini di twitter atau jejaring sosial lainnya, dan jangan sampai terpancing oleh wawancara yang ingin mengorek tentang hal ini. Kalau kau melihat beberapa presenter yang hidupnya hancur karena skandal, kau pasti mengerti maksudku.”
“Iya...”
Ify tahu seniornya itu mengkhawatirkannya. Namun ia juga sadar bahwa dirinya adalah junior yang memalukan. Seniornya itu kembali menghela napas dan menatap Ify tanpa berkata apa-apa. Ify tetap menundukkan kepalanya.
“Benar-benar menyebalkan...”
Akhirnya seniornya itu melontarkan ucapan terakhirnya dan pergi meninggalkan ruang rapat.
Brak! Kali ini, suara pintu yang tertutup rasanya terdengar seperti sara peti mati yang dipaku rapat-rapat dari luar. Ify ketakutan dan terdiam. Hanya lantai tempatnya berpijak yang rasanya amblas dan jatuh. Akhirnya, Ify menjatuhkan badannya dan duduk berlutut dengan lemas. Sesuatu sejak tadi mengganjal tenggorokannya seolah melesak keluar. Tangisannya terpecah bersamaan dengan air matanya. Ia menyandarkan kepalanya di pinggir meja dan berusaha untuk menahan tangisnya. Namun, suara tangisnya itu tetap melesak keluar dari sela-sela bibirnya yang tidak tertutup rapat.
Selama ini, Ify tidak pernah merasa sepayah dan sehina ini karena telah mengotori nama baik reporter, bahkan ketika ia menjadi reporter cadangan di beberapa acara. Oleh karena itu, sangat sulit dan menyakitkan bagi Ify untuk menerima masalah ini. memakai kostum-kostum yang konyol dan ditertawakan orang pun sepertinya lebih menyenangkan. Memakai bunga di kepalanya pun sepertinya bukan apa-apa. *kalo dikorea make bunga di kepala disangka orang gila*. Ia sudah merasa bahagia asalkan bisa beraksi di depan kamera. Namun, sepertinya dalam beberapa waktu ini, tidak akan ada pekerjaan untuknya. Tidak, mungkin setelah beberapa saat, pekerjaan ini akan hilang dari tangannya untuk selamanya. Merasa takut akan dibuang dari dunia penyiaran, Ify memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar. Ia sebenarnya malu karena tertunduk dan menangis seperti ini, namun sekeras apa pun ia berusaha, air matanya tidak bisa berhenti mengalir. Ify akhirnya menelan tangisannya karena rasanya ia akan mati bila menangis terus seperti ini.
Setelah bersusah payah mengendalikan emosinya, Ify akhirnya keluar dari ruang rapat dengan wajah tegang. Tiba-tiba ia mendengar seorang berkata.
“Berkat Ify, semua orang penasaran ingin menonton acara “Berburu Informasi LIVE” it, sampai server situs jejaringnya eror. Ini baru pertama kalinya kan untuk acara ini?”
Orang yang tidak tahu bahwa Ify ikut mendengarkan semua ucapannya itu menggelengkan kepala dan mendecakkan lidahnya. Setelah dipikir-pikir, ternyata hebat juga. Selama ia menjadi reporter, ia tidak pernah menjadi isu seperti ini. namun, karena hal ini, ia sampai membuat situs jejaring kantor eror.

***

‘Cklek’. Ify membuka pintu pagar rumahnya tanpa tenaga. Baru saja ia memasuki halaman rumah ketika bibinya tiba-tiba muncul di hadapannya dan memegang kepala Ify.
“Benar-benar perempuan ini!”
Ify yang terkejut berusaha melarikan diri, namun tangan bibinya yang kuat karena sudah lebih dari 30 tahun mencuci baju secara manual itu memegang erat kepala dan baju Ify sehingga ia pun tidak bisa lari kemana-mana.
“Lepaskan dan bicara baik-baik dengannya! Kita dengar penjelasannya dulu!”
Ayah Ify yang juga tidak bisa mengalahkan kekuatan bibinya itu, memohon padanya.
“Hentikan. Jangan sakiti anak gadisku.”
Sampai neneknya yang sudah terkena gejala Alzheimer pun ikut menahan bibinya. Namun, tatapan mata bibinya seolah berkata tidak ada yang bisa menghalanginya.
“Mana laki-laki itu! anak siapa itu yang ada di perutmu?!” bibinya berteriak keras seakan-akan bisa memecahkan keramik yang ada di rumah itu.
“Sudah kubilang tidak! Dokter itu orang gila!”
Ify akhirnya meluapkan emosinya yang sejak tadi ia tahan. Air matanya sudah habis ia tumpahkan di kantor, sehingga sekarang ia tidak bisa menangis lagi. Yang ada hanya rasa putus asa.
“Katanya dia dalah dokter kandungan! Bagaimana ia bisa mengenalimu kalau kau tidak pergi ke dokter kandungan? Hah? Sini kau, benar-benar membuat malu keluarga!”
“Ah, Bibi ini, keterlaluan!” Ify berteriak sambil mengentakkan badannya. Barulah ayah Ify memeluk bibinya itu dan menariknya menjauh.
“Aku hanya mengantar Sivia saat itu! Dokter gila itu yang salah paham!” Ify hampir gila rasanya.
“Anak gadis sepertimu kenapa ikut-ikutan pergi ke tempat itu? pantas saja kau dikira ibu hamil! Sekarang mau bagaimana, kau sudah membuat keluarga kita malu!” bibi itu kembali berteriak semakin kencang.
“Berita ini kan tidak benar. Kenapa kita harus malu?” ayah Ify berkata sambil berdiri di antara Ify dan adiknya. Kemudian bibi langsung menyahut dengan ketus, “Kau tidak tahu bagaimana gosip itu cepat menyebar? Kau pikir ada yang percaya kalau kau bilang gosip itu tidak benar? Orang-orang sudah bertanya padaku, ‘hamil berapa bulan’, ‘siapa ayahnya’. Aku benar-benar malu!”
Mata bibinya terbelalak lebar. Benar juga ucapan bibi. Meskipun ia bersikeras berkata bahwa ia tidak hamil, orang-orang sudah terlanjur mengiranya hamil. Apalagi dengan perkembangan internet seperti ini, gosip saja yang tersebar dengan cepat, tetapi kebenaran dibalik gosip itu terkubur dalam-dalam. *Indonesiabangetygkayakgini!Ckckck*
“Kalau begitu, katakan saja kalau Bibi tidak mengenalku! Kalau Bibi malu, katakan saja kalau aku ini bukan keponakan Bibi! Mudah kan!”
“Kau pikir bisa semudah itu, dasar perempuan gila!”
Bibi melayangkan pukulannya pada Ify. Tiba-tiba, neneknya datang ke hadapan Ify dan menghalanginya sehingga pukulan bibinya itu mengenai mata neneknya.
“Aiguuu!” nenek berteriak memegangi matanya dan jatuh terduduk.
“Nenek!” Ify yang terkejut segera menangkap tubuh neneknya.
“Ibu!” ayah Ify juga panik dan segera berlari menghampiri nenek.
“Ibu, Ibu! Maafkan aku!”
Bibinya pun terkejut dan memukul-mukul tangannya sendiri sambil mendekat ke arah nenek. Kemudian nenek berkata dengan tenang sambil tetap memegangi matanya, “Tidak apa-apa. Nenek baik-baik saja. Sekarang jangan pukul anak gadisku ini lagi.”
Mendengar perkataan nenek, bibi duduk di sebelah nenek sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri.
“Aiguuu, Ibu. Padahal kita sudah susah payah membesarkan anak ini. Ya ampun!”
Bibi kemudian memeluk tubuh nenek. Hati Ify sakit melihat pemandangan ini. sementara ayahnya hanya mendecakkan lidah dengan wajah sedih dan kesal.
“Dulu aku yang membersihkan kalau ia buang air dan menyuapinya, tapi sekarang ia malah balik membentakku, anak itu. hidupku benar-benar menyedihkan!”
Mendengar ucapan bibinya itu, Ify seketika merasa dirinya menua 10 tahun lebih cepat. Tadinya ia ingin cepat sukses dan membuat keluarganya hidup dengan nyaman. Tetapi kenyataannya, gara-gara dokter gila itu, kini ia seolah terkena badai yang tiba-tiba datang ke dalam hidupnya.
“Jangan khawatir, jangan khawatir.”
Nenek yang sudah pikun mengelus-ngelus anak perempuannya yang menangis tersedu-sedu. Melihat itu, hati Ify semakin pedih.
“Kau, mulai besok, batas jam malammu adalah jam sembilan malam!”
Bibinya yang sedang menangis itu tiba-tiba membelalakkan matanya menatap Ify dan berteriak padanya.
“Benar-benar gila. Kalau ada jadwal syuting bagaimana?” Ify menyahut dengan tidak kalah ketus.
“Bisa saja itu hanya alasanmu untuk berbuat macam-macam di luar sana, kan? Kalau ada jadwal, bawa surat perintah kerja dari atasanmu!”
Gila, gila. Masa ia harus meminta surat perintah kerja pada atasan yang selalu menyuruhnya membuat surat permintaan maaf? Prestasi kerjanya selama ini saja buruk, bisa-bisa ia langsung disuruh mengundurkan diri dari kantor.
“Sekarang aku tanya, siapa yang paling diperlakukan tidak adil disini?”
Kali ini Ify memukul-mukul dadanya sendiri. Melihat Ify seperti itu, bibinya semakin kesal dan berteriak padanya, “Anak ini masih belum sadar juga rupanya! Pergi kau, bawa ayah dari bayi itu ke hadapanku!”
“Ah, benar-benar! Aku harus berbuat apa lagi untuk membuktikan ucapanku ini?!”
Pantas saja perempuan-perempuan yang gila biasanya meninggalkan rumah dengan rambut kusut. Dasar dokter kandungan gila! Awas kau ya!

***

Taram taraam gak ngaret kan? Hoho~

Sampai jumpa di Bab 3!