-->

Selasa, 07 Mei 2013

Matchmaking Part 21 (Rify)


Baca post-an mimin sebelumnya! Bacaa! wkwkw tapi yang ikhlas yaaaa -,-v

Btw, mimin nyicil disini aja deh. ntar kalo udah lengkap mimin post di fb ya .-. soalnya mimin takut, ini kan baru Rify doang, nanti mimin dibilang pilih couple (?) Jadi karena ini media pribadi, jadi gapapa dong yaa hehehe -.-v

yowes, sok baca dibaca! jangan protes! wkwkwkwk~

***

“Jangan ganggu Ify.” ujar Rio tepat ketika gadis itu berada di sampingnya. Langkah gadis itu terhenti kembali.

Meski suara Rio pelan akan tetapi masih terdengar sangat jelas di telinga Angel, gadis itu. Keduanya serentak menolehkan kepala dan menatap satu sama lain. Rio menatap Angel datar sementara Angel menatap Rio bingung. Ify? Tanyanya membatin. Selama ini, ia belum pernah mengenal seorang pun bernama Ify. Kalau Fify ia tahu karena itu adiknya. Tapi kalau Ify, siapa ya? Angel tetap diam untuk beberapa saat lamanya. Ia masih memikirkan siapa manusia bernama Ify yang dimaksud oleh pemuda di sampingnya itu, yang sejujurnya juga tak ia kenal.

Tak sengaja mata Angel menangkap keberadaan Ify yang badannya sebentar-sebentar menyembul dari balik dinding tempat gadis itu bersembunyi. Alisnya terangkat satu. Ia bergantian melirik Rio dan Ify. Rio memperhatikan gerak mata Angel yang berubah-ubah. Ia menggerakkan kepalanya hendak menghadap ke belakang, mencari tahu apa yang sedang Angel perhatikan selain dirinya. Akan tetapi gadis itu cepat tanggap dengan menahan bahu kanannya. Ia pun kembali menatap gadis misterius di depannya kini.

Tak begitu lama, karena setelah itu ia menjatuhkan pandangan pada genggaman Angel di bahu kanannya. Kode agar Angel segera menjauhkan tangannya itu dari sana. Angel pun lantas menjauhkan tangannya dari pemuda itu. Boleh dibilang kepekaan Angel cukup baik. Ia mengambil ponselnya di kantong dan menghadapkan layar benda berbentuk petak tersebut ke wajah Rio. Rio memperhatikan bayangan yang muncul dari layar ponsel Angel dan tertampak di matanya sesosok perempuan di belakang sedang melihat ke arahnya. Atau lebih tepat mengintip keberadaan dirinya dan Angel. Ify?

“Maksud lo dia?” tanya Angel sepelan mungkin agar Ify tak dapat mendengar jelas. Dan benar saja, di belakang sana, Ify kesulitan sekali menangkap suara yang dikeluarkan Angel. Bahkan sedari tadi gadis itu tidak dapat mendengar apapun. Ia hanya dapat melihat gerak-gerik dari Rio dan Angel yang tidak wajar baginya. Dan kecurigaannya menguat ketika Angel menahan bahu Rio. Sejujurnya Ify ingin buru-buru angkat kaki. Akan tetapi, berlawanan dengan keinginan hati, otaknya memerintahkan kedua pelangkahnya agar tetap diam. Jadilah, dirinya masih tetap –berusaha- menguping pembicaraan Rio dan Angel sedari tadi.

Rio bergeming. Tanpa menjawab apa-apa, Angel dapat melihat pembenaran dari ekspresi wajah Rio. Angel tersenyum miring selagi memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantong rok. “Dia cewek baik-baik,” ujar Angel. Alis Rio terangkat sebelah. Ia tidak begitu mengerti maksud Angel. Angel mendekatkan wajahnya ke telinga kiri Rio seperti ingin membisikkan sesuatu dan anehnya Rio tidak menghindar.

Dan hal itu membuat dentuman keras pada jantung gadis yang bersembunyi di balik tiang beton di belakang mereka. Penafsiran yang salah banyak berkutat dalam kepala gadis itu saat ini. Angel melihat benar perubahan yang terjadi pada wajah Ify. Ia hanya tersenyum. Bukan senyum licik ataupun senyum senang diatas kepiluan seseorang. Entahlah, dirinya hanya tersenyum. “Jangan ganggu Ify...keknya cewek rambut pendek itu juga pengen denger,”

Rio makin dibuat bingung. Tolonglah, gue bukan lo yang ngerti kode-kode-an. Setidaknya itu yang ingin diutarakannya dengan air muka seperti sekarang. Dengan kurang ajarnya –bagi Rio-, Angel berlalu begitu saja tanpa menuntaskan ketidakjelasan di benak Rio. Rio berbalik badan hendak memanggil kembali. Namun, keberadaan Ify yang terekspos di matanya secara otomatis mengubur niatnya dan justru memusatkan Rio pada gadis itu.

Ify menggeser posisinya ke sisi beton yang lain demi menghindari Rio yang dirasanya makin dekat ke arahnya. Ia memanfaatkan frekuensi bunyi langkah kaki Rio yang sampai tidak terdengar sama sekali sebagai tanda bahwa pemuda itu telah menjauh darinya. Hingga beberapa lama, bunyi langkah itupun terdengar senyap alias menghilang. Ify menghunus nafas keluar. Ada sedikit rasa lega di dadanya. Hanya sedikit, tentu saja karena ada hal lain yang membuat dadanya akan kembali bergejolak hebat, yakni hubungan antara Rio dan Angel.

“Ngapain lo?” Suara itu secara tiba-tiba menggema di telinga kiri Ify. sedikit membuatnya geli. Namun, sepertinya tidak begitu berefek. Yang membuatnya tergerak justru pemilik suara tersebut. Rio, yang kini berada di sampingnya, berdiri menyandar ke tiang dengan posisi menghadapnya. Ify terlonjak kaget dan sedikit mendorong badan bagian atasnya ke belakang. “Lo?!! Kok, lo?!! Isss!” Keterkejutan Ify lantas berujung pada kekesalannya dengan pemuda di sampingnya. Kenapa sih gue selalu ketahuan sama nih anak? Batinnya menggerutu.

Ify melirik sinis ke arah Rio yang memasang tampang polos di depannya. Ia kemudian melangkah pergi dengan hentakan-hentakan keras dari kaki yang ia sengaja buat sebagai akibat kekesalannya yang mulai beranak-pinak saat ini. ia terus-menerus menggerutu, mengumpat sebal sepanjang kakinya melangkah. Sementara Rio yang kini telah dalam posisi berdiri tegap memperhatikan sejenak pergerakan Ify yang menjauh. Gadis itu terlihat lucu dengan caranya mengungkap kekesalan. Rio tak ayal tersenyum tertahan, menahan kekehan kecil dari dalam dirinya. Tak banyak menghabiskan waktu, ia lekas menyusul Ify yang sudah berjalan cukup jauh darinya.

***

Dua sejoli ini saling diam. Tidak ada saling pandang dan tidak ada balas bicara. Mereka hanya berjalan melalui jalur masing-masing bersama angin yang berhembus sopan mengirama seiring langkah Ify dan Rio. Ify malas buka suara. Takut-takut kalau pemuda di sebelahnya justru akan terganggu jika diajak bicara. Apalagi yang mengajak bicara itu dirinya. Yaah mengingat riwayat pertemuan mereka bilamana Rio selalu menunjukkan sikap kesal padanya, apapun itu yang ia lakukan. Termasuk mengajak bicara.

Sementara Rio, ia tak jauh beda. Pemuda itu ikut-ikutan juga malas buka bicara dengan alasan yang sama, karena takut Ify terganggu. Ia takut lidahnya bertindak kurang ajar sehingga mengeluarkan kata-kata tidak mengenakkan, khususnya untuk Ify seperti yang sudah biasa ia lakukan ketika bertemu pandang dengan gadis itu.

Huft..

Tanpa sengaja, Ify dan Rio menghela nafas bersamaan. Lantas, mereka pun menoleh satu sama lain. Tak lebih dari tiga detik, gelak tawa dari mereka berdua terdengar. Lucu, iya, lucu. Ketidaksengajaan yang geram akan ke-tidak-mau-mengalah-an Ify dan Rio yang akhrinya mengambil langkah pertama menyempil di antara mereka berdua. Yang sekaligus telah berjasa membuat Ify dan Rio tak perlu susah-susah menentukan siapa yang harus memulai pembicaraan duluan.

Diam-diam Ify memperhatikan Rio di sela-sela tawa ketika pemuda itu tidak melihat ke arahnya. Ia menyadari perasaannya pada pemuda itu belum sepenuhnya hilang. Bahkan sepertinya sedikitpun tak ada yang melarikan diri. Semuanya masih tertata rapi di sudut hati kecilnya. Kapaaan gue bisa ngelupain lo, Yo? Kapaaan? Desis Ify pelan dalam hati. Jangan sampai terdengar, atau lebih tepat terbaca oleh Rio. Ia sudah bosan dengan aksinya yang selalu tertangkap basah oleh pemuda itu.

“Kenapa ngeliatin gue gitu?” ujar Rio tiba-tiba. Ify terperangah dan memalingan wajah segera. Baru aja gue bilang. Ck!

“Hah? Enggak...heran aja lo ketawa pas sama gue, haha” Ify tertawa lagi. Tidak terlalu membual, karena sejujurnya ia lumayan surprise dengan Rio tertawa, bersamanya. Tolong di bold kata itu, bersamanya.

Rio menoleh ke arahnya dengan wajah menuntut penjelasan. Ify melihat itu dan lantas melanjutkan setelah menyelipkan beberapa helai rambut yang melewati daun telinganya. “Lo itu, ketika sama gue, kalo gak jutek, ya marah-marah. Mana pernah senyum apalagi ketawa,” Ia tertawa lagi, begitu pula Rio. “Lo inget yang jelek-jelek dong sih!” balas Rio setelah tawanya meredam. Ia tersenyum miring. Tak ada maksud apa-apa, ia hanya tersenyum.

“Namanya juga manusia. Yang jelek-jelek pasti cepet ketanem, paling sering di inget dalam otak!” Sahut Ify. Setelah itu, tidak ada yang bersuara. Kembali hening seperti awal perjalanan bersama mereka berdua. Beberapa langkah berjalan, Rio kemudian mengalah dan memulai pembicaraan lagi. Kali ini, ia tidak membiarkan ketidaksengajaan mengambil alih suasana. “Om Ferdi gimana? Ada perkembangan?” Nada suaranya terdengar santai namun serius.

Ify perlahan menghentikan langkahnya. Rio mau tak ikut berhenti. Sejurus kemudian Ify melangkah lagi meski lebih lambat dari langkah sebelumnya. Rio pun begitu. Ify sedikitpun tak menunjukkan air muka sedih atau khawatir. Ia tersenyum tenang seraya mengedikkan bahu. “Hmm, ga banyak yang bisa diharepin. Gue cuma bisa doa aja semoga papa bakal terus baik-baik aja.” kata Ify setenang senyumnya sembari menghela nafas ringan.

Rio memperhatikan Ify lama meski Ify tidak balik memperhatikan. Tidak memperhatikan bukan berarti tidak merasakan, kan? Ify tak langsung menoleh. Ia membiarkan Rio sejenak ‘menikmati’ wajahnya sekaligus menormalkan jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak kencang. Kenapa lagi kalau bukan karena Rio? Ia lalu merunduk dan kemudian berpaling memandang Rio. belum sempat kepalanya tertoleh, tangan Rio lebih dulu merangkulnya. Menariknya lebih dekat ke pemuda itu.

Ify tak jadi menoleh. Pipinya sedang merah-merahnya. Ia khawatir Rio akan menertawakannya jika melihat rupa wajahnya saat ini. Maka dari itu, ia jadi tak berani memalingkan wajah dan tetap merunduk. Sekali lagi, tidak memperhatikan bukan berarti tidak merasakan. Rio menyadari membekunya tubuh yang ia rangkul. Ia lantas tersenyum geli. “Lo kayak baru pertama kali gue rangkul aja!” polos Rio.

Ify membeku lagi. Namun, kali ini alasannya berbeda. Lama-lama pemuda di sebelahnya itu makin menyebalkan.  “Lo!” sentaknya pelan. Ia ‘mengusir’ kasar tangan Rio dari bahunya serta menyikut pinggang Rio pelan. Rio tak lantas menjauh. Ia memegang bahunya sebentar lalu menyusul Ify yang sudah berjalan lebih dulu. Ia kembali meletakkan tangannya di bahu gadis itu. Meski mendapat penolakan keras dari sang pemilik, akan tetapi tangannya terus lengket disana. atau mungkin sengaja dilengketkan.

Dan tampaknya, Ify tak benar-benar ingin ‘mengusir’ tangan itu dari bahunya. Ia mengulum senyum tanpa sepengetahuan Rio. Dasar nyebelin! Desis Ify dalam hati, lagi. Namun, tak sampai disitu. Rio kembali berujar sok polos. Dan kali ini benar-benar..

“Gue cium aja lo gak masalah!” bisik Rio tepat di telinga kiri Ify. Ify berhenti seketika dan memekik keras. “RIO!” Sejurus kemudian, ia menghadiahi Rio cubitan sekaligus pukulan di pinggang dan bahu pemuda itu. Rio tak menghindar hanya meletakkan kedua tangannya di depan menahan pukulan Ify yang makin lama makin ganas. Ia terkikik senang. Ia sangat-sangat menikmati pemandangan tingkah laku Ify yang sedang kesal. Sepertinya, ia sudah terlalu lama tidak menyaksikan suasana seperti ini lagi. Hhh gadis ini!

“Ify!”

“Kak Rio!”

Cengkrama hangat itu kemudian berakhir ketika sebuah suara, bukan, tapi dua buah suara memanggil nama mereka masing-masing. Gerakan tangan Ify berhenti dalam genggaman tangan Rio. keduanya menoleh ke sumber suara, menatap dua orang yang telah mengganggu ‘urusan’ mereka. Tanpa sengaja, mereka kembali menghela nafas bersamaan. Keduanya menyadari itu dan kemudian memandang satu sama lain. Ify tak berlama-lama mengambil kesempatan bertatapan dengan Rio meski ia sangat menginginkan itu. Ify menarik tangannya dan beralih merapikan seragam yang ia kenakan.

Sementara itu, Rio mendengus kesal. Ia mengutuk kedua manusia kurang ajar –menurutnya- di depan sana, Debo dan Dea. Dan yang lebih membuat kesal adalah mengapa mereka harus datang bersamaan? Kalau hanya Debo atau Dea yang datang, ia akan lebih mudah mengambil alih Ify atau mengajak Ify tetap bersamanya. Tapi kalau main keroyokan seperti ini, ia akan susah mendapatkan alasan mempertahankan Ify apalagi hubungannya dengan gadis itu sedang tidak terlalu mendukungnya saat ini.

Tapi tunggu. Kenapa dirinya begitu menginginkan Ify? Sejak kapan? Pikir Rio seketika. Namun, untuk kali ini, hembusan angin berhasil membawa lari pertanyaan yang belum terjawab itu sehingga kembali memusatkan pikirannya pada bagaimana cara agar Ify masih berada dalam ‘kuasa’nya.

“Ganggu aja sih,” gerutu Rio pelan. Samar-samar Ify mendengar orang di sebelahnya seperti mengeluarkan suara. Ia menoleh bingung. “Hah?” sahut Ify sekenanya. Rio menoleh sebentar lalu melihat ke arah Debo dan Dea lagi. Tanpa pesan dan aba-aba, Rio langsung meraih pergelangan Ify dan membawa lari Ify dan dirinya sendiri dari Debo serta Dea. Ify yang tak tahu-menahu bahwa Rio akan membawanya berlari hampir saja terjatuh. Beruntung karena tarikan Rio tidak terlalu keras sehingga ia masih mampu mengendalikan berat tubuhnya.

Di seberang sana, Debo dan Dea serentak memanggil Rio dan Ify. Entah suara mereka yang terlalu minim volume atau dua sejoli itu yang sengaja tak mengindahkan, Rio dan Ify sama-sama tidak menoleh dan terus saja bergerak menjauhi mereka. Debo dan Dea saling berpandangan sebentar, lalu kemudian berlari mengejar Rio dan Ify. Dasar anak-anak, gemar sekali bermain kejar-kejaran. Ckckck..

***

Maaciiiiiih :333 Maaf ya kalo ga sesuai (read:nyesek) u,u

4 komentar: