-->

Minggu, 25 Maret 2012

Matchmaking Part 3

Ass!! Ada yang nunggu cerbung ini gak? *Gakadakyknya*. Ce part est special pour Alshill, Rify et un peu Siviel. Cagni nya next part yaaw *kalomshmwbaca*. Sekali lagi saya bilang part ini amat sangat panjaaaang nian sekali. Hope this part isn't so tedious. *Amiin*
  Hop hop langsung aja yaw, semoga isinya tidak mengecewakan pemirsah!
***
“Sedalam yang pernah kurasa..”
Laki-laki sipit itu memulai lantunan lagunya. Teriakan penonton langsung mendominasi segala suara yang ada di halaman mall tempatnya bernyanyi. Ia tersenyum menatapi orang-orang disekelilingnya yang sangat menyukainya itu. Kebanyakan memang perempuan. Namun jika diamati dengan seksama, terdapat juga lah penonton laki-laki di sana, terselip di antara ratusan orang yang menonton.
“Hasratku hanyalah untukmu..” Sambung teman duetnya. Seorang laki-laki yang memiliki senyum memikat ini, mendapat teriakan yang tak kalah riuh dari laki-laki sipit tadi. Ia pun membiarkan senyum mautnya itu disaksikan ratusan penggemarnya disana. Ia dan teman duetnya sahut menyahut menyanyikan lagu dari Glenn Fredly itu hingga selesai. Banyak penonton yang histeris ketika mereka berdua turun dari atas panggung. Mereka hanya membalas apresiasi penonton itu dengan lambaian tangan serta senyum yang mengiringi langkah mereka hingga benar-benar turun dari atas panggung.
Si lelaki sipit menoleh ke kanan-kiri seperti mencari seseorang. Namun, ia tak menemukan apa yang ia cari. Ia dengan segera merogoh ponselnya dan mengetik beberapa kata disana. “Lo nyari Shilla?” tanya teman di sebelahnya yang juga merupakan teman duetnya barusan. Ia mengangguk pasti. “Tuh!” Tunjuk temannya pada seorang gadis cantik berambut panjang yang sedang berjalan menuju mereka. Gadis itu tampak tersenyum sumringah ketika melihat orang yang ingin ditemuinya sejak tadi. Ia lantas melambaikan tangan dan bergerak cepat menuju kedua lelaki yang salah satunya juga sedang mencarinya.
“Hei!” Sapa Shilla, gadis itu, pada lelaki sipit kekasihnya. Ia juga menyapa orang yang ada di sebelah kekasihnya itu. “Lo nonton kita daritadi kan?” tanya Alvin, si lelaki sipit pada Shilla. Shilla kembali mengulas senyum dan mengangguk cepat. “Kalian keren!” Puji Shilla sambil mengacungkan kedua jempolnya. “Gue apa Rio yang keren?” tanya Alvin lagi. Ia tersenyum miring seraya melipat kedua tangannya di dada.
Melihat itu, Shilla tersenyum jahil. “Kalo gue jawab Rio gimana?” Goda Shilla. Seketika air muka Alvin berubah datar. Tangannya tak lagi terlipat di dada melainkan sudah turun ke saku celananya. “Gue marah!” Jawab Alvin jutek lalu berjalan meninggalkan Shilla dan Rio. Shilla panik dan langsung berbalik badan menyusul Alvin. “Vin, maen tinggal aja nih?” Pekik Rio kesal. “Aiss gini nih kalo gak punya cewek. Gue mulu yang ditinggal!”
***
“Vin..” Berkali-kali Shilla memanggil nama itu, namun si pemilik masih belum mengacuhkannya. Alvin dengan santai berjalan tanpa menghiraukan panggilan-panggilan Shilla untuknya. Shilla pun pasrah. Ia lelah terus memanggil Alvin sedang Alvin tidak memperdulikannya sama sekali. Mereka memasuki salah satu resto yang ada di mall itu. Alvin menarik kursi dan langsung duduk tanpa menggeser kursi untuk Shilla terlebih dahulu. Biasanya Alvin melakukan itu tapi tidak untuk hari ini. Shilla ragu untuk ikut duduk melihat sikap Alvin yang begitu cuek. “Kayaknya gue nunggu di mobil aja.” Putusnya dan lantas berlalu dari hadapan Alvin.
Alvin langsung panik melihat Shilla pergi. Ia berdiri seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal sama sekali. Ia bingung. Sebenarnya, ia punya tujuan mengajak Shilla kemari. Besok adalah hari jadi mereka yang ke 6 bulan. Karena ia tidak bisa merayakannya tepat pada hari-H, ia berencana merayakan itu semua lebih awal. Para pelayan yang ia minta membantu berkali-kali melirik ke arahnya. Mereka juga bingung kapan mereka harus membawa makanan-makanan serta sebuah kue yang sudah dipesan. Alvin kembali duduk di kursinya. Ia memandangi layar ponsel sambil mengetuk-ngetuknya pelan. Ia sedang mencari alasan yang bagus agar Shilla kembali.
“Hey, lo yang kemaren gue tabrak kan?” Seseorang berhasil mengalihkan Alvin dari ponselnya. Alvin pun menoleh dan melihat seorang gadis cantik berdiri di dekat kursi di depannya. “Kemaren?” Ujar Alvin bingung. Gadis itu lalu menduduki kursi yang seharusnya di duduki Shilla tadi. “Yah bukan kemaren juga. Itu lo, waktu makanan lo hampir jatuh itu. Inget gak?” Gadis itu kembali mencoba membuat Alvin ingat akan dirinya.
Alvin berpikir sebentar dan mengangguk ringan. “Oh yang itu.” Kata Alvin sekenanya. Gadis di hadapannya pun tersenyum. Ia mengulurkan tangan hendak berkenalan. “Gue Febby. Lo Alvin kan?” Kata Febby, gadis itu lagi. Alvin membalas singkat uluran tangan Febby sambil mengangguk pelan. Tentu saja Febby tahu namanya, tak sedikit orang yang juga tahu namanya. Ia seorang artis, member REAL, duo yang lagi naik daun pula!
“Kita satu sekolah loh! Lo gak sadar?” Mata Alvin sedikit melebar mendengar itu, yah meskipun masih terlihat sipit. Ia menjawab, lagi-lagi dengan gerakan kepala. Tak sedikitpun ia mengeluarkan suara sejak Febby mengajaknya berkenalan tadi. Febby terkekeh melihat reaksi Alvin yang seperti itu. “Lidah lo keram yah? Apa karena kebanyakan nyanyi?” Ledeknya. Entah mengapa, Alvin merasa kata-kata itu lucu. Ia pun tertawa ringan dan sejenak melupakan soal Shilla.
Sementara itu, Shilla hampir setengah jam menunggu Alvin di mobil. Bagi Shilla, ia berfikir bahwa Alvin masih marah dengannya. Sms pasti gak dibalas, telpon gak diangkat. Mm, apa gue balik kesana lagi aja? Batin Shilla menimang-nimang. Ia pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam mall menuju resto dimana Alvin berada.
Dari jauh, samar-samar ia dapat melihat bahwa Alvin tidak sendirian, ia sedang duduk bersama seseorang. Seorang perempuan. Sebagai cewek normal, tentu saja terlintas suatu pikiran buruk di benak Shilla. Ia tidak mau cepat-cepat mengambil kesimpulan. Mungkin saja itu hanya fans. Pikirnya. Ia kembali berjalan perlahan menuju meja Alvin.
Alvin mengangkat tangan hendak memesan menu. Tapi, ia lupa itu adalah kode untuk memanggil pelayan-pelayan yang awalnya akan membantu dalam perayaan hari jadinya tadi. Tiba-tiba sebuah lagu romantis berputar dalam resto itu. Para pelayan pembantu segera mendekat membawa berbagai makanan dan tak lupa sebuah kue tart yang telah dihias sedemikian rupa sehingga tampak cantik. Satu lagi, sebuah lampu tiba-tiba menyorot meja tempat Alvin dan Febby sehingga meja mereka terlihat sedikit menonjol dari meja-meja yang lain.
Alvin menepuk jidatnya karena melupakan hal ini. Ia melihat sekeliling yang kebanyakan juga sedang melihat ke arahnya. Beberapa dari mereka terlihat berbisik, entah apa yang mereka bicarakan. Lalu matanya menangkap sesosok tubuh mungil, berdiri kaku tengah melihatnya. Mulut Alvin membuka seketika. Ia sangat tidak mengharapkan sosok mungil itu ada disana, di sekitarnya. Setidaknya, untuk saat ini saja. Waktunya sangat tidak tepat!
“Shilla..” lirih Alvin. “Gue harap lo gak salah paham.” Tambahnya.
***
Waktu menunjukkan pukul 14.05 WIB. Ify dan Via baru saja memasuki hall tempat mereka biasa bermain tennis. Mereka menaruh beberapa peralatan mereka dan segera melakukan pemanasan. Selesai dengan itu, mereka mengambil raket serta bola dan segera bermain. Ify dan Via berdiri saling berhadapan di 2 bagian berbeda. Baru saja Ify hendak menguntal bola, tiba-tiba ada sebuah suara yang membuat Ify menunda niatnya itu.
“Via!” Panggil orang itu. Sebuah suara yang cukup tidak asing bagi mereka khususnya Via. Ia tahu betul siapa pemilik suara itu. Ia segera menoleh ke belakang. Ada Iel dan Rio disana. Ify dan Via sama-sama kaget melihat kedua cowok itu. Ify menghembuskan nafas sembari menggigit bibir bawahnya. Gimana mau move on kalo gini caranya? Batin Ify kesal. Ia menunduk sambil memantul-mantulkan bola yang hendak dilemparnya tadi. Ia tidak ingin berlama-lama menatap wajah Rio.
“Main yuk?” Ajak Iel. Rio menoleh ke Iel bingung. “Ya udah main aja. Tuh masih ada lapangan satu lagi.” Kata Via polos. Asal tahu saja, jantung Via mungkin sedang bermain tennis di dalam sana karena begitu cepat tempo benda itu berdetak.
“Yaelah bukan itu. Maksudnya kita berempat Viaa!” Ralat Iel. Via membulatkan mulutnya dan mengangguk pelan. Tentu saja ia tak menolak. Bermain bersama Iel, siapa yang tidak mau? Ia menoleh ke Ify yang tengah asyik memantul-mantulkan bola. “Fy, Iel ngajak main. Mau gak?” Tawar Via. Ify pun menegakkan kembali kepalanya menghadap Via, Iel dan..Rio. Tanpa ia sengaja, orang yang pertama kali tertangkap di matanya itu ya..Rio. Dengan segera ia mengalihkan pandangan, tentunya ke Via.
“Iel aja? Masa 2 lawan 1?” Hmm, disaat seperti ini memang wajar tulalit Ify muncul. Eh tapi bukan disaat ini juga sih, tak jarang di setiap saat tulalitnya pun kambuh. Via mendecak pelan sambil menggaruk kepalanya. “Rio juga lah Piem kuu!” Serunya. Ify masih setia memantul-mantulkan bola. “Kita berdua pasangan?” Tanya Ify. Via mengangguk cepat dan mulai melangkahkan kaki ke tempat Ify. Sejurus kemudian, Iel menahan Via lagi.
“Yah masa cewek lawan cowok, darimana asalnya? Gini aja, lo sama gue dan Rio sama Ify. Setuju?” Tawar Iel. Sejenak Via merasa senang, apalagi kalau bukan karena Iel. Tapi ia pun merasa tidak enak hati. Ia melirik Ify yang juga tengah melihatnya. Yang ia lihat, Ify seperti memberi kode bahwa ia baik-baik saja dan tidak masalah dengan adanya Rio. Hmm, ia berharap semoga Ify tidak berbohong dan memang benar-benar tidak masalah.
Rio pun mengambil tempat berdiri di sebelah Ify. Ia melirik Ify sebentar mencoba memastikan. “Lo siap?” Tanyanya. Ify hanya berdehem menjawab pertanyaan Rio itu. Permainan pun dimulai, antara Rify dan Siviel. Beberapa saat mereka bermain, tiba-tiba ponsel Ify yang ia letakkan di samping tiang net berdering. Ada satu panggilan masuk. Ia berlari cepat mengambil ponselnya dan menjawab panggilan itu dengan tetap bermain tennis. “Eh lo niat main gak sih?” Kesal Rio yang merasa seperti main sendirian. Ya jelas, karena Ify kini lebih berkonsentrasi pada panggilan di ponselnya.
“Hallo, Pa. Kenapa?” kata Ify tanpa mengacuhkan komentar Rio barusan. Rio mendengus dan kembali konsentrasi bermain. “Hallo, Fy. Kamu di...aaargh!” Sahut Papanya yang tiba-tiba mengerang kesakitan. Wajah Ify pun berubah panik ditambah lagi setelah itu tak ada lagi sahutan-sahutan dari Papanya. “Hallo? Pa? Papa kenapa?” Tanyanya panik. Sambungan teleponnya terputus. Ia memandangi ponselnya dengan ekspresi yang..sulit dijelaskan. Yang pasti, ia sangat khawatir.
“Heh, masih mau main gak?” Ify melihat ke sebelahnya. Terlihat Rio sedikit kewalahan menghalau bola yang datang. Setidaknya kalau ngomong sama gue, ya sebut nama gue. Batin Ify kesal. “Gue punya nama!” Kata Ify datar. “Vi, gue balik duluan. Ada yang gak beres sama Papa gue.” Pamit Ify kemudian berlari menuju tasnya. Via, Iel dan Rio lantas berhenti bermain. “Apa susahnya nanya Mama lo? Repot banget sih.” Ujar Rio.
Ify diam sebentar lalu memasukkan raket tennisnya ke tas. Via sedikit terlonjak mendengar keluhan Rio barusan. “Gue gak tahu Mama gue pake nomor apa di surga.” Kata Ify tanpa menoleh sedikitpun ke Rio yang terlihat tak mengerti. Ia segera beranjak dari dalam Hall itu. Via dan Iel perlahan mendekati Rio. “Yo, kenapa lo ngomong kayak gitu? Udah berapa tahun sih kita sekelas?” Rutu Via sesaat setelah berada di depan Rio. Rio hanya mengkerutkan keningnya dan sekali lagi ia dibuat bingung baik Ify maupun Via. “Lo berdua kenapa kompak banget sih bikin gue bingung?” Keluh Rio.
“Yo..Mama Ify itu udah meninggal.” Lirih Via. Saat itu pula Rio terdiam, menatap Via tak percaya. “Hah?” gumamnya.
***
 Ify sudah sampai di rumah. Ia memarkir mobilnya asal. Ia terus memikirkan apa yang terjadi pada Papanya. “Paaa! Papaa!” Suara Ify terdengar menggema di setiap sudut ruang tamu rumahnya. Ia mengedarkan pandangan ke berbagai arah namun tak ada tanda-tanda keberadaan sang Papa. Sesaat kemudian, Papanya muncul dari balik pintu kamar. Papa Ify terlihat bugar seperti tidak ada sesuatu terjadi pada dirinya. “Papaa, tadi kenapa? Papa sakit? Apa yang sakit? Udah diobatin?” Tanya Ify tanpa henti.
Papanya hanya tersenyum melihatnya. “Papa gak apa-apa kok. Nih, orang sehat begini!” Mendengar itu, Ify akhirnya bisa bernafas lega. “Haaah, Papa hobby nih bikin aku khawatir!” Sekali lagi, Papanya hanya tersenyum lantas mengajaknya duduk di sova. Ify pun mengambil posisi tepat di sebelah Papanya. “Nanti malam, kamu gak ada janji kan?” Tanya Papa Ify untuk yang pertama kali. Ify memandang wajah Papanya yang entah kenapa masih terlihat tampan itu. Yah memang dasarnya ia tampan sih. Kalau tidak, mana mungkin ia bisa menikahi seorang model seperti Mama Ify.
“Papa kayak mau ngajak Ify kencan aja. Emang kenapa sih?” Tanya Ify balik. Ia mengambil toples yang ada di depannya dan memakan apa yang terdapat di dalam. “Papa mau mempertemukan kamu dengan seseorang.” Ujar Papanya. Ify berhenti makan dan menoleh ke arah Papannya sebentar. Ia lalu kembali memakan kue kering yang ada di toples tadi. “Papa mau ngejodohin Ify?” Papa Ify tak langsung menjawab melainkan menyenderkan badannya ke sova terlebih dahulu. “Yah..kalo kamu mau.” Kata Papa Ify lagi. Ify ikut-ikutan bersender sambil tetap memegang toples. “Papa kepingin aku mau kan?” Anak dan ayah ini sepertinya hobby saling tanya satu sama lain. Papa Ify pun mengangguk.
Hening. Mereka saling diam. Sejurus kemudian, Ify menjawab. “Baiklah.” Ujar Ify pasrah. Seketika air muka Papa Ify berubah cerah. Ia melihat anaknya senang. “Yakin?”
“Mau Ify berubah pikiran?”  Mendengar itu, Papanya kembali tersenyum. Ia mengelus puncak kepala Ify lembut. “Setidaknya dia bisa jaga kamu kalau Papa pergi nanti.”
“Hah? Papa ngomong apa sih? Jangan ngawur!” Papanya hanya tertawa mendengar protes darinya itu. Dalam hati Ify berteriak senang. Oh my Allah, MOVE ON TIMEEE!!!
***
“Shill..” Sekarang keadaan berbalik. Kini, Alvin yang tengah berupaya membujuk Shilla. Shilla melakukan hal yang sama seperti yang Alvin lakukan sebelumnya. Ia berjalan santai tanpa memperdulikan Alvin. Ekspresinya datar namun siapapun dapat melihat bahwa ia sedang marah. “Shill, dengerin dulu!” Pinta Alvin.
“Eh cewek lo nungguin tuh, kasian tahu ditinggal gitu?” Sindir Shilla. “Tapi Shill, Febby itu..”
“Oh namanya Febby.” Potong Shilla sebelum Alvin selesai bicara.
“Shilla sayang, dengerin gue dong?” Pinta Alvin, lagi.
“Sayang-sayang, entar cewek lo marah. Gue gak mau jadi perusak hubungan orang.”
“Shill..”
“Gue gak mau denger!”
“Shill..”
“Gak!”
“Tapi..”
“Pokoknya gak!”
“Shilla-kuu, pleasee!” Shilla berhenti dan menoleh ke arah Alvin. “Vin, maafin gue karena gak bisa jadi yang lo mau. Tapi, lo bisa gak sih gak sekejam ini?” Keluhnya.
 “Gue..”
“Lo selingkuh liat-liat dong! Besok itu anniv 6 bulan kita. Lo bisa kan nunggu seminggu atau 2 hari lah. Sakit banget tahu gak sih!”
“Lo..”
“Ya udah sana tuh sama cewek baru lo. Kenapa lo masih nganggu gue? Hiks..” Kata Shilla terisak. Sekeras hati ia tahan agar tak menangis toh tuntutan air mata untuk segera keluar sudah tak bisa diganggu-gugat. “Hei, jangan nangis!” Kata Alvin lembut seraya mengusap air mata yang tumpah dari pelupuk mata Shilla. Shilla menepis ringan tangan Alvin yang menyentuh wajahnya.
“Pergi!” Bentak Shilla. “Dengerin gue dulu!” Alvin tetap bersikeras agar Shilla mau mendengar penjelasannya.
“Apa? Lo mau buat gue lebih sakit lagi?”
“Deng..”
“Lo bel..”
“SHILLA DENGERIN GUE!!” Kali ini Alvin berhasil memotong dengan sedikit ah mungkin membentak Shilla. Shilla seketika diam dan memilih untuk sesenggukan menangis dibanding berbicara lagi. Alvin menghela nafas dan merengkuh tubuh mungil Shilla dengan kedua tangannya. Ia memeluk erat gadisnya itu sambil mengusap kepalanya pelan.
“Lo pegang kata-kata gue, lo itu cuma satu-satunya dan gak akan tergantikan di hati gue. Sampai kapanpun yang Tuhan kasih izin gue buat jaga hati gue itu hanya untuk lo. Dan gue, seorang Alvin Jonathan, milik lo, Ashilla Zahrantiara. Lo yang punya hak atas gue, gak ada yang lain. Selain keluarga gue dan Tuhan tentunya.” Ia melepas pelukannya pada Shilla namun tetap memegang bahu gadis itu.
“Tapi, tadi itu..”
“Gue minta maaf udah lupa soal lo tadi. Dan kejadian di resto itu, kesalahan gue. Satu lagi, Febby, bukan siapa-siapa gue. Udah jelas?” Shilla mengangguk pelan dan masih terisak. Alvin pun kembali menyentuh wajah mulus Shilla dan menghapus air mata yang sudah terlanjur keluar itu. “Hei, jangan nangis lah. Ntar gue disangka ngapa-ngapain lo lagi!” Goda Alvin.
Shilla mendecak dan menatap Alvin kesal. Ia mempercepat langkahnya mendahului Alvin. Alvin pun segera menyusul. “Hei, gue becanda lagi!” Ujar Alvin seraya menautkan tangannya dan Shilla. Beberapa detik waktu berjalan hanya diisi oleh keheningan di antara mereka. “Vin..” Panggil Shilla akhirnya. Alvin hanya berdehem tetap melihat lurus ke depan. Shilla pun begitu, ia tidak menoleh ke arah Alvin.
“Maaf ya soal..”
“1 sama!” Potong Alvin dan kini memandang Shilla. “Ya kan?” Tambahnya. Shilla tersenyum seraya mengedikkan bahunya.
Drrt. Ponsel Alvin bergetar satu kali. Tandanya ada satu pesan masuk. Ia membuka pesan itu diam-diam. Kebetulan Shilla tidak sedang melihatnya melainkan memperhatikan sekeliling.
From : Febby
Soorry :’(
Alvin tersenyum sekilas dan kemudian membalas pesan singkat itu.
Di tempat lain, seorang gadis tengah duduk di salah satu meja yang ada. Ia tersenyum senang setelah membaca sebuah pesan yang bertamu di ponselnya.
From : :):)
No problem :)
***
HOOOP! Cerbung ini makin gaje nan hancur sajaa haha.
Jelek ya? Haha, saya tahu kok. Maklum saya bukan penulis. Maafkan ke gajean dan ketidakbagusan cerita, ini hanyalah fiksi belaka. Makasih =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar